Sabtu, 18 Desember 2010

Distribusi Harta yang Merata Makmurkan Indonesia

Distribusi Harta yang Merata Makmurkan Indonesia


Setelah mengalami berbagai penderitaan, musibah dan cobaan. Rakyat Indonesia saat ini sedang menjerit karena kesejahteraan, kemakmuran, serta keamanan diri dari bahaya tidak kunjung didapatkan, padahal seharusnya hal ini menjadi hak rakyat dan kewajiban Negara untuk memenuhinya. Ternyata penyebab dari semua itu berawal dari pemahaman yg dimiliki oleh para pemikir dan pemutus serta pelaksana segala kebijakan dalam pemerintahan, salah satunya perekonomian.
Menurut pandangan sistem ekonomi kapitalis, setiap manusia mempunyai kebutuhan yang beranekaragam dan jumlahnya tidak terbatas. Tapi kebutuhan hidup manusia yang dibahas di sini hanyalah kebutuhan yang bersifat material semata. Baik yang dapat dirasakan dan dapat diraba (barang) seperti makanan dan pakaian, maupun yang sifatnya dapat dirasakan tetapi tidak dapat diraba (jasa) seperti pelayanan dokter, guru dan lain-lain. Kebutuhan selain yang bersifat materi tidak pernah dibahas oleh sistem ekonomi kapitalis.
Setiap kebutuhan tersebut menuntut pemuasan oleh alat-alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Oleh karena di satu sisi kebutuhan manusia jumlahnya tidak terbatas sementara alat yang digunakan untuk memenuhinya terbatas, maka muncullah konsep kelangkaan (scarcity). Bertolak dari pandangan tersebut di atas, maka sistem ekonomi kapitalis menetapkan bahwa problematika ekonomi yang timbul oleh karena adanya keterbatasan barang dan jasa yang ada pada diri setiap individu, masyarakat atau negara untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak terbatas adalah adanya kelangkaan (scarcity).
Akibat pasti dari kelangkaan ini adalah adanya sebagian kebutuhan yang senantiasa tidak terpenuhi secara secara sempurna atau bahkan tidak terpenuhi sama sekali. Ketika alat-alat dan sarana-sarana pemuas yang ada tidak mencukupi jumlah yang dibutuhkan berarti manusia berada dalam kondisi kekurangan (kemiskinan). Untuk mengatasinya, dilakukanlah berbagai macam cara sehingga produksi barang dan jasa yang ada mencukupi semua kebutuhan manusia yang tidak terbatas tersebut. Cara yang paling umum dilakukan adalah dengan jalan meningkatkan produksi barang dan jasa suatu negara (dari sini lahir konsep Pendapatan Nasional). Cara lainnya, adalah dengan membatasi jumlah penduduk melalui program pembatasan kelahiran. Misalnya dengan mendorong rakyat mengikuti program KB, melegalisasi aborsi, sampai membolehkan hubungan di luar nikah “kumpul kebo”, hubungan sejenis (homoseksual dan lesbian) dan dengan cara-cara lain yang dapat menjamin pembatasan jumlah penduduk. Dengan cara-cara tersebutlah diyakini problematika ekonomi dapat dapat diatasi.
Selain itu, yang dimaksud dengan kebutuhan manusia menurut pandangan sistem ekonomi kapitalis adalah sesuatu yang diinginkan manusia tanpa memandang apakah itu bermanfaat atau membahayakan manusia. Juga tanpa melihat berapa jumlah orang yang menginginkan barang/jasa tersebut. Suatu barang dan jasa bisa disebut sebagai alat pemuas kebutuhan apabila barang tersebut memiliki manfaat (nilai guna/utilitas atau qimatul manfaah). Dan disebut memiliki nilai guna apabila ada manusia yang menginginkan barang itu walaupun cuma seorang. Sebagai contoh, ketika ada seseorang mempunyai keinginan untuk menghilangkan rasa haus sekaligus dapat menghangatkan tubuhnya, ia akan mencari atau memproduksi sesuatu yang bisa memenuhi keinginannya itu. Ketika dilihat olehnya minuman keras (khamr) bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhannya itu, maka jadilah khamr itu sebagai alat pemuas tanpa melihat lagi apakah itu barang berbahaya atau tidak. Dan khmar akan tetap diproduksi selama masih ada yang membutuhkannya. Dalam kacamata ini, khamr disebut sebagai barang yang bermanfaat.
Pandangan sistem kapitalis yang menyamakan antara pengertian kebutuhan (need) dengan keinginan (want) adalah tidak tepat dan tidak sesuai dengan fakta. Keinginan (want) manusia memang tidak terbatas dan cenderung untuk terus bertambah dari waktu ke waktu. Sementara kebutuhan manusia tidaklah demikian. Bila dikaji secara mendalam, kebutuhan manusia ada yang merupakan merupakan kebutuhan pokok (al hajat al asasiyah) dan ada kebutuhan yang sifatnya pelengkap (al hajat al kamaliyat), yakni berupa kebutuhan sekunder dan tersier. Kebutuhan pokok manusia berupa pangan, sandang dan papan dalam kenyataannya adalah terbatas. Setiap orang yang kenyang setelah memakan makanan tertentu, maka pada saat itu sebenarnya kebutuhannya telah terpenuhi dan dia tidak memerlukan makanan yang lain.
Juga, orang yang sudah memiliki pakaian tertentu meskipun hanya beberapa potong saja, maka sebenarnya kebutuhan dia akan pakaian sudah terpenuhi. Demikian pula jika orang telah menempati suatu rumah tertentu sebagai tempat tinggalnya meskipun sekadar menyewa, sebenarnya kebutuhannya akan rumah tinggal juga sudah terpenuhi. Dan jika manusia sudah mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokoknya itu, sebenarnya dia sudah dapat menjalani kehidupan ini tanpa mengalami kesulitan yang berarti.
Berbeda dengan kebutuhan (need), maka keinginan (want) manusia memang tidaklah terbatas. Benar ia sudah kenyang yang berarti kebutuhan akan makanan sudah terpenuhi, tapi setelah itu ia dapat saja menginginkan makanan lainnya sebagai variasi dari makanan pokoknya. Yang tidak terbatas adalah keinginan-keinginan manusia. Oleh karena itulah pandangan orang-orang kapitalis yang menyamakan antara kebutuhan dan keinginan adalah tidak tepat dan tidak sesuai dengan fakta yang ada.
Kekeliruan lainnya adalah anggapan bahwa kebutuhan manusia terbatas pada yang bersifat materi saja. Pandangan ini tidak tepat dan sangat bertentangan dengan kenyataan, dimana di samping memerlukan makanan, pakaian dan perumahan, manusia juga mempunyai kebutuhan lain seperti kebutuhan ruhiyah (beragama), kebutuhan moral, kebutuhan akan kasih sayang sesama manusia, kebutuhan untuk berketurunan, dan lain-lain. Para ekonom kapitalis tidak mengenal kebutuhan-kebutuhan itu, maka wajar bila di tengah masyarakat terjadi kekeringan nilai agama, akhlaq, moral, dan nilai kemanusiaan.
Menentukan suatu kebutuhan berdasarkan keinginan manusia semata sangatlah berbahanya. Ini terlihat dari bagaimana masyarakat di negara-negara penganut paham kapitalisme harus menerima kenyataan bahwa sebagian dari mereka membutuhkan narkotika, heroin, judi, pelacuran meskipun itu semua sesungguhnya sangat berbahaya. Pemikiran seperti inilah yang akan menghancurkan masyarakat itu sendiri secara pasti. Kebutuhan yang aneh itu akan meruntuhkan tatanan masyarakat, karena mereka membiarkan segelintir orang (awalnya) mengkonsumsi kebutuhan-kebutuhan tadi.
Kekeliruan lain yang dapat diungkap di sini adalah ketika kapitalisme menganggap bahwa barang dan jasa yang diproduksi hanya semata-mata untuk dimanfaatkan, serta hanya sekadar menjadi alat tukar-menukar sesama manusia. Padahal sebenarnya ketika barang dan jasa yang dihasilkan oleh masyarakat dijadikan sebagai alat untuk tukar-menukar, maka pada saat itulah barang dan jasa tersebut sangat menentukan bentuk dan corak interaksi antar anggota masyarakat. Oleh karena itu agar interaksi di antara anggota masyarakat dapat berjalan secara aman, mendatangkan ketenteraman, kebahagiaan dan kesejahteraan, maka harus ada perhatian terhadap sesuatu yang harus dijadikan pijakan oleh masyarakat. Dengan kata lain harus ada kesepakatan bersama tentang mana yang pada hakikatnya bermanfaat bagi masyarakat serta mana yang pada hakikatnya membahayakan masyarakat. Suatu barang harus dianggap bermanfaat apabila memang esensinya bermanfaat. Maka, narkotika, prostitusi dan sebagainya harus tidak boleh dianggap sebagai barang dan jasa yang bermanfaat hanya lantaran ada orang yang menginginkannya.
Berpangkal dari pandangan bahwa problematika ekonomi adalah kelangkaan, maka kapitalisme memproduksi kekayaan dengan porsi yang jauh lebih besar daripada distribusi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Atas dasar inilah, maka sistem ekonomi kapitalis hanya mengarah kepada satu tujuan, yaitu meningkatkan kekayaan negara secara total, kemudian berusaha memperoleh tingkat produksi hingga setinggi-tingginya. Kemakmuran anggota masyarakat akan tercapai setelah adanya pertambahan pendapatan nasional (national income), dan naiknya produksi suatu negara. Ini semua, menurut mereka hanya dapat direalisasikan jika masyarakat dibiarkan bekerja sebebas-bebasnya untuk berproduksi dan mengumpulkan kekayaan tersebut.
Oleh karena itulah, kegiatan ekonomi dalam pandangan kapitalisme terfokus pada upaya peningkatan produksi barang dan jasa saja. Dengan cara itu, distribusi pendapatan dilakukan dengan cara kebebasan kepemilikan dan kebebasan bekerja bagi anggota masyarakat. Yaitu anggota masyarakat dibiarkan sebebas-bebasnya dalam memperoleh kekayaan apa saja yang mampu mereka peroleh, sesuai dengan faktor-faktor produksinya masing-masing. Baik pemenuhan tersebut dapat dilakukan untuk seluruh anggota masyarakat, atau hanya terjadi pada sebagian orang saja sementara sebagian lainnya tidak terpenuhi. Pandangan ini jelas keliru dan bertentangan dengan realitas, serta tidak pernah menyebabkan naiknya taraf kehidupan individu secara menyeluruh. Begitu pula, tidak pernah menghasilkan kemakmuran bagi setiap individu rakyat. Ini terlihat, misalnya di negara-negara Barat yang telah termasuk ke dalam negara-negara kaya sekalipun masih banyak dijumpai orang-orang miskin dengan perkampungan kumuhnya, pengemis dan gelandangan yang selalu terlihat di sudut-suduk kota.
Kesalahan utama terletak dalam memandang kebutuhan manusia yang harus dipenuhi. Kebutuhan manusia yang harus dipenuhi sesungguhnya adalah kebutuhan masing-masing individu khususnya yang berkaitan dengan kebutuhan pokok mereka. Bukan kebutuhan-kebutuhan segenap manusia, ummat ataupun bangsa secara keseluruhan. Oleh karena itu problematika ekonomi itu akan muncul ditengah masyarakat jikalau terdapat individu yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya. Bukan karena seluruh kebutuhan masyarakat tidak terpenuhi. Selama kebutuhan pokok setiap individu masyarakat terpenuhi meskipun kebutuhan pelengkap (sekunder dan tersier) belum atau bahkan tidak terpenuhi, suatu masyarakat tidaklah akan mengalami kesulitan yang berarti dalam menjalani kehidupannya. Sebaliknya meskipun suatu negara telah tergolong negara kaya, tapi bila masih ada anggota masyarakatnya yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya, maka sebenarnya negara itu masih mengalami problematika ekonomi.
Dengan demikian, problematika ekonomi yang sebenarnya adalah bagaimana distribusi kekayaan di tengah masyarakat kepada individu; yaitu pendistribusian barang dan jasa kepada tiap anggota masyarakat. Bukan pada pemenuhan kebutuhan yang dituntut oleh suatu negara secara total, tanpa melihat masing-masing individunya. Dengan kata lain, masalahnya adalah kemiskinan yang menimpa individu; bukan kemiskinan yang menimpa negara. Karena, kendati misalnya dengan terpecahkannya masalah kemiskinan negara, tidak berarti telah memecahkan masalah kemiskinan individu masyarakat. Sebaliknya dengan terpecahkannya masalah kemiskinan individu dan terdistribusikannya kekayaan dengan baik justru akan mendorong rakyat serta warga suatu negara untuk bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka lainnya. Pada akhirnya hal itu akan meningkatkan pendapatan nasional.
Oleh karena itu tatanan ekonomi yang dibuat harus berintikan kebijakan yang dapat menjamin distribusi kekayaan Negara, baik kekayaan di dalam maupun di luar negeri- kepada seluruh anggota masyarakat, dari segi terjaminnya pemenuhan seluruh kebutuhan pokok semua anggota masyarakat dan pemuasan mereka.
Sistem ekonomi Islam yang diterapkan dalam sebuah Negara yang berlandaskan syariah Islam akan mengatur distribusi yang merata kepada penduduknya. Distribusi yang merata tersebut bukan hanya kewajiban yang diemban Negara sebagai pemerintah, namun juga sebagai kewajiban orang-orang yang telah diberikan kepercayaan oleh rakyat kepada Tuhannya. Sebagaimana telah diperingatkan Allah SWT dalam firmanNya:
“… supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja diantara kalian” (QS. Al Hasyr: 7)
Dengan pendistribusian harta yang merata kepada penduduknya, negara yang memakai sistem ekonomi Islam akan mampu menjamin kesejahteraan kepada seluruh rakyatnya. Selain itu, syarat mutlak yang juga harus dipenuhi adalah Negara yang menginginkan kesejahteraan merata tersebut tidak hanya wajib menerapkan hukum syariah pada system ekonominya, melainkan juga di setiap aspek kehidupannya. Aspek tersebut diantaranya, sistem pendidikan, sosial budaya, hukum, politik, pertahanan, dan aspek-aspek lainnya.
Selain kesejahteraan dan kemakmuran yang terjamin, penerapan syariah Islam dalam tiap lini kehidupan juga akan menjamin terlaksananaya hukum-hukum Allah sebagai Sang Pencipta. Hal ini tentu atas izinNya akan menghantarkan manusia pada derajat taqwa.

Tidak ada komentar: