Kamis, 09 Desember 2010

Babel Butuh Perlakuan Khusus

Sidang Judicial Review UU Minerba
Babel Butuh Perlakuan Khusus

edisi: 29/Apr/2010 wib
JAKARTA, BANGKA POS - Panel Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengajukan pertanyaan yang cukup menarik perhatian Tim Advokasi Pemuda untuk Rakyat TAPR) Bangka Belitung dalam sidang perdana permohonan judicial review Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (28/4).
Pertanyaan hakim, apakah Babel perlu perhatian khusus menyusul permohonan judicial review UU Minerba yang dimohonkan Fahrizan dan Fatriansyah Aria.

“Salah satu dari tiga panel hakim konstitusi menanyakan apakah dengan pengajuan judicial review UU Minerba ini, Babel butuh perhatian khusus?” ungkap Iwan Prahara, Ketua TAPR ditemui usai sidang, Rabu (28/4).

“Kalau menurut saya, Babel perlu perhatian khusus. Karena pertambangan, terutama timah, sudah menjadi karakteristik masyarakat Babel. Sudah sejak zaman Belanda, masyarakat kenal dengan pertambangan,” lanjutnya.

Sidang perdana dipimpin Ketua Panel Hakim, Harjono dengan dua anggota M Arsyad Sanusi dan Maria Farida Indrati. Sidang berlangsung singkat, sekitar 20 menit.

Iwan mengatakan sidang perdana diisi dengan agenda sidang pemaparan materi gugatan pemohon. Menurutnya, semangat gugatan permohonan judicial review untuk membebaskan rakyat Babel dari belenggu beberapa pasal dari UU Minerba mendapat apresiasi dan tinjauan yuridis dari Panel Hakim.

Dalam paparannya, Iwan didampingi anggota TAPR Ferdy Hermawan mengemukakan beberapa masalah prinsip yang melatarbelakangi problem sosial yang terjadi di masyarakat Babel akibat diberlakukannya UU Minerba.

Dalam tinjauan hukum, Iwan menggambarkan masalah konstitusionil betapa rakyat Babel dalam konteks hak-hak dasar atau hak-hak subjektifnya sebagai warga negara yang harus dijamin konstitusi, sebaliknya dirugikan oleh penerapan pasal-pasal yang ada di dalam UU Minerba.

“Secara umum, panel hakim MK dapat dikatakan atau disimpulkan menerima kerangka logis pemikiran tentang perlunya dilakukan upaya judicial review oleh masyarkat Babel. Apalagi mengingat sejarah pertambangan di masyarakat Babel,” tutur Iwan.

Tambahan Pasal

Lebih lanjut, Iwan menyebutkan koreksi terutama pada bagian legal standing atau kedudukan hukum pemohon. Panel Hakim MK berpendapat perlu penguatan argumentasi pemohon yang sampai kepada perhitungan kerugian faktual sebagai kelanjutan kerugian konstitusionil yang diderita penambang rakyat.

“Kami katakan apa yang telah kita dapatkan dari persidangan di MK hari ini menjadi satu hal yang cukup menggembirakan untuk perjuangan ini. Paling tidak, pemahaman terhadap konstruksi yuridis yang kita inginkan dapat kita komunikasikan secara baik di sidang perdana ini. Paling tidak, ada titik terang yang kita dapatkan dari persidangan tersebut,” tukas Iwan.

TAPR akan melakukan perubahan permohonan gugatan dengan nomor perkara 25/PUU-VIII/2010 tersebut, di antaranya penambahan pemohon seiring bermunculannya usulan masyarakat untuk merombak UU Minerba.
“Pasal-pasal tambahan itu merupakan usulan baru setelah masyarakat Babel yang lebih luas tahu kita mengajukan judicial review,” ujar Iwan.

Sidang perdana permohonan judicial review mendapat dukungan dari beberapa komponen pemuda dan mahasiswa asal Bangka yang sedang berada di Jakarta. Dukungan juga datang dari kelompok masyarakat yang tergabung dalam organisasi kepemudaan dan LSM, antar lain Pemuda Hanura, Pemuda Islam, PPAPRI, IPNU, Pemuda Bulan Bintang, IPPNU, GM-Sriwijaya, Fokus Maker, AMSI, LSM-FKK, Front Pemuda Bersatu (FPB) LSM Se-Kabupaten Bangka, serta tokoh pemuda dan masyarakat Babel. (mun/ana)

Tidak ada komentar: