TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panel Hakim Mahkamah Konstitusi (MK)
mengajukan pertanyaan yang cukup menarik perhatian Tim Advokasi Pemuda
untuk Rakyat (TAPR) Bangka Belitung dalam sidang perdana permohonan
judicial review Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan
Batubara (Minerba) di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta,
Rabu (28/4/2010).
Pertanyaan hakim, apakah Babel perlu perhatian
khusus menyusul permohonan judicial review UU Minerba yang dimohonkan
Fahrizan dan Fatriansyah Aria.
"Salah satu dari tiga panel hakim
konstitusi menanyakan apakah dengan pengajuan judicial review UU
Minerba ini, Babel butuh perhatian khusus?" ungkap Iwan Prahara, Ketua
TAPR ditemui usai sidang, Rabu (28/4/2010).
"Kalau menurut saya,
Babel perlu perhatian khusus. Karena pertambangan, terutama timah,
sudah menjadi karakteristik masyarakat Babel. Sudah sejak zaman
Belanda, masyarakat kenal dengan pertambangan," lanjutnya.
Sidang
perdana dipimpin Ketua Panel Hakim, Harjono dengan dua anggota M Arsyad
Sanusi dan Maria Farida Indrati. Sidang berlangsung singkat, sekitar 20
menit.
Iwan mengatakan sidang perdana diisi dengan agenda sidang
pemaparan materi gugatan pemohon. Menurutnya, semangat gugatan
permohonan judicial review untuk membebaskan rakyat Babel dari belenggu
beberapa pasal dari UU Minerba mendapat apresiasi dan tinjauan yuridis
dari Panel Hakim.
Dalam pemaparannya, Iwan didampingi anggota
TAPR Ferdy Hermawan mengemukakan beberapa masalah prinsip yang
melatarbelakangi problem sosial yang terjadi di masyarakat Babel akibat
diberlakukannya UU Minerba.
Dalam tinjauan hukum, Iwan
menggambarkan masalah konstitusionil betapa rakyat Babel dalam konteks
hak-hak dasar atau hak-hak subjektifnya sebagai warga negara yang harus
dijamin konstitusi, sebaliknya dirugikan oleh penerapan pasal-pasal
yang ada di dalam UU Minerba.
"Secara umum, panel hakim MK dapat
dikatakan atau disimpulkan menerima kerangka logis pemikiran tentang
perlunya dilakukan upaya judicial review oleh masyarkat Babel. Apalagi
mengingat sejarah pertambangan di masyarakat Babel," tutur Iwan.
Tambahan PasalLebih
lanjut, Iwan menyebutkan koreksi terutama pada bagian legal standing
atau kedudukan hukum pemohon. Panel Hakim MK berpendapat perlu
penguatan argumentasi pemohon yang sampai kepada perhitungan kerugian
faktual sebagai kelanjutan kerugian konstitusionil yang diderita
penambang rakyat.
"Kami katakan apa yang telah kita dapatkan
dari persidangan di MK hari ini menjadi satu hal yang cukup
menggembirakan untuk perjuangan ini. Paling tidak, pemahaman terhadap
konstruksi yuridis yang kita inginkan dapat kita komunikasikan secara
baik di sidang perdana ini. Paling tidak, ada titik terang yang kita
dapatkan dari persidangan tersebut," tukas Iwan.
TAPR akan
melakukan perubahan permohonan gugatan dengan nomorh)perkara
25/PUU-VIII/ 2010 tersebut, di antaranya penambahan pemohon seiring
bermunculannya usulan masyarakat untuk merombak UU Minerba.
"Pasal-pasal
tambahan itu merupakan usulan baru setelah masyarakat Babel yang lebih
luas tahu kita mengajukan judicial review," ujar Iwan.
Sidang
perdana permohonan judicial review mendapat dukungan dari beberapa
komponen pemuda dan mahasiswa asal Bangka yang sedang berada di
Jakarta. Dukungan juga datang dari kelompok masyarakat yang tergabung
dalam organisasi kepemudaan dan LSM, antar lain Pemuda Hanura, Pemuda
Islam, PPAPRI, IPNU, Pemuda Bulan Bintang, IPPNU, GM-Sriwijaya, Fokus
Maker, AMSI, LSM-FKK, Front Pemuda Bersatu (FPB) LSM SeKabupaten
Bangka, serta tokoh pemuda dan masyarakat Babel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar