Peran
generasi muda atau pemuda dalam konteks perjuangan dan pembangunan
dalam kancah sejarah kebangsaan Indonesia sangatlah dominan dan
memegang peranan sentral, baik perjuangan yang dilakukan secara fisik
maupun diplomasi, perjuangan melalui organisasi sosial dan politik
serta melalui kegiatan-kegiatan intelektual.
Masa
revolusi fisik dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan adalah
ladang bagi tumbuh suburnya heroisme pemuda atau generasi muda yang
melahirkan semangat patriotisme dan nasionalisme.
Pemuda
atau generasi muda yang hidup dalam nuansa dan suasana pergolakan
kemerdekaan dan perjuangan akan cenderung memiliki kreativitas tinggi
dan keunggulan untuk melakukan perubahan atas berbagai kerumitan dan
masalah yang dihadapi, akan tetapi bagi para pemuda atau generasi muda
yang hidup dalam nuansa nyaman, aman dan tentram seperti kondisi
sekarang, cenderung apatis, tidak banyak berbuat dan hanya berusaha
mempertahankan situasi yang ada tanpa usaha dan kerja keras melakukan
perubahan yang lebih baik dan produktif atau bahkan cenderung tidak
kreatif sama sekali.
Generasi
muda memiliki posisi yang penting dan strategis karena menjadi poros
bagi punah atau tidaknya sebuah negara, Benjamine Fine dalam bukunya
1.000.000 Deliquents, mengatakan "a generation who will one day become
our national leader".
Generasi
muda adalah pelurus dan pewaris bangsa dan negara ini, baik buruknya
bangsa kedepan tergantung kepada bagaimana generasi mudanya, apakah
generasi mudanya memiliki kepribadian yang kokoh, memiliki semangat
nasionalisme dan karakter yang kuat untuk membangun bangsa dan
negaranya (nation and character), apakah generasi mudanya memiliki dan
menguasai pengetahuan dan tekhnologi untuk bersaing dengan bangsa lain
dalam tataran global dan tergantung pula kepada apakah generasi mudanya
berfikir positif untuk berkreasi yang akan melahirkan karya - karya
nyata yang monumental dan membawa pengaruh dan perubahan yang besar
bagi kemajuan bangsa dan negaranya.
Generasi muda adalah orang yang membuat sejarah (People Makes History)
Peran
dan perjuangan pemuda Indonesia dirintis dan dimulai dari berdirinya
Indische Vereeniging atau Perhimpunan Hindia yang kemudian menjadi
Perhimpunan Indonesia pada tahun 1908. Organisasi pemuda, pelajar dan
mahasiswa Hindia di Negeri Belanda ini kemudian menerbitkan Koran
Indonesia Merdeka. Dalam terbitannya yang pertama koran ini menyatakan
tentang kemauan besar bangsa Indonesia untuk merebut kembali hak-hak
dan menetapkan kedudukan atau keyakinan di tengah-tengah dunia, yaitu
sebuah Indonesia yang merdeka.
Selanjutnya
semangat nasionalisme dan patriotisme tersebut mulai merambah ke
Indonesia dengan berdirinya organisasi Budi Utomo pada tanggal 20 Mei
1908 yang kemudian diperingati sebagai hari Kebangkitan Nasional,
kemudian berdiri pula Organisasi Sarikat Islam (SI) pada tanggal 10
September 1912.
Semangat
nasionalisme dan patriotisme tersebut kemudian dipertegas dengan Sumpah
Pemuda yang merupakan sumpah setia para pemuda pada saat Kerapatan
Pemoeda-Pemoedi Indonesia dalam Kongres Pemuda II yang dibacakan pada
tanggal 28 Oktober 1928 yaitu tentang pengakuan generasi muda indonesia
untuk bertumpah darah yang satu, Tanah Indonesia, berbangsa yang satu,
Bangsa Indonesia dan menjunjung Bahasa Persatuan yaitu Bahasa
Indonesia.
Sebelumnya
pada rapat pertama, Sabtu, tanggal 27 Oktober 1928, di Gedung
Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Waterlooplein (sekarang Lapangan
Banteng). Dalam sambutannya, ketua PPI Sugondo Djojopuspito berharap
kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para
pemuda. Acara kemudian dilanjutkan dengan uraian Moehammad Yamin
tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda.
Menurutnya,
ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah,
bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan. Militansi dan peran
pemuda selanjutnya terlihat menjelang proklamasi kemerdekaan yaitu
dalam Peristiwa Rengas Dengklok berupa "penculikan" yang dilakukan oleh
sejumlah pemuda antara lain Adam Malik dan Chaerul Saleh dari Menteng
31 terhadap Soekarno dan Hatta.
Peristiwa
ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.30 WIB. Soekarno dan
Hatta dibawa atau lebih tepatnya diamankan ke Rengasdengklok, Karawang,
untuk kemudian didesak agar mempercepat proklamasi, sampai kemudian
terjadinya kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan
Hatta serta Mr. Akhmad Subardjo dengan golongan muda tentang kapan
proklamasi akan dilaksanakan.
Pada
saat mempertahankan kemerdekaan dari agresi militer Belanda peran
pemuda yang tergabung dalam API, barisan pemuda pelopor dan laskar
laskar perlawanan rakyat sangat jelas sekali. Peristiwa 10 November
Surabaya, Bandung Lautan Api, adalah bukti pengorbanan pemuda atau
generasi muda bagi bangsa dan negara.
Memaknai peristiwa sejarah sebagai sumber edukasi dan inspirasi
Experience
is the best teacher. Jadi terminologi "belajar dari sejarah" bukahlah
hal yang sepele, justru sebaliknya lewat sejarah itulah identitas
seorang warga negara diperkokoh. Mengambil makna edukasi dan inspirasi
dari peristiwa-peristiwa sejarah besar (great historical events) di
atas tidak sebatas diperingati dalam upacara seremonial sambil
mengenang jasa para pemuda Indonesia.
Lebih
jauh para pemuda atau generasi muda saat ini haruslah mengambil makna
mendalam dan menemukan inspirasi dan edukasi atas peristiwa bersejarah
itu. Sejarah akan terus berulang untuk masa dan pelaku sejarah yang
berbeda.
Pemuda
atau generasi muda saat ini mempunyai potensi besar mengulang sejarah
yang lebih besar dan monumental. Perjuangan merintis kemerdekaan,
Proklamasi kemerdekaan, satunya Indonesia sebagai sebuah nation atau
bangsa, bukanlah sekedar ikrar, tetapi harus jauh merayapi setiap
nurani generasi muda dan rakyat Indonesia untuk kemudian melahirkan
gerakan yang nyata bagi perwujudan untuk mencapai tujuan negara yaitu
melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.
Masa
untuk mencapai tujuan negara telah beberapa tahapan dilalui, mulai dari
masa orde lama, orde baru bahkan sekarang bangsa Indonesia memasuki
era reformasi.
Sejak
bergulirnya reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan Bulan Mei
tahun 1998 yang ditandai dengan adanya pergantian rezim orde baru
dengan orde reformasi, belum banyak terjadi perubahan-perubahan
mendasar dan menyeluruh di segala aspek dan sendi kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Orde
reformasi yang menggantikan orde baru dan diharapkan dapat membawa
perubahan besar atau lompatan besar menuju Indonesia Baru untuk
menggantikan Indonesia Lama (Orde Baru) yang dipandang sebagai masa
yang penuh dengan kekurangan (deficiencies) dan berbagai macam penyakit
sosial (social ills), tampaknya masih jauh dari harapan.
Masa-masa
sulit diawal reformasi yang dijalankan tampaknya belum mampu untuk
mewujudkan Indonesia Baru yang diharapkan. Masa-masa awal reformasi
justru penuh dengan situasi yang penuh dengan ketidakpastian, tidak
dihormatinya hukum dan keadilan (law and order).
Harapan
dan tuntutan masyarakat terutama kalangan pemuda dan mahasiswa yang
dikenal dengan agenda reformasi hingga saat ini hampir dikatakan tidak
berjalan atau dapat dikatakan berjalan di tempat. Perubahan yang
terjadi tampak dirasakan hanya pada bidang demokrasi, yang dalam
prakteknya malah cenderung kepada demokrasi keterlaluan dan berlebihan
(too much democracy).
Pada
level bangsa (nation) kita jauh dari ketentraman (in order), malah
cenderung tidak aman (dis order). Penyakit masyarakat (social ills) dan
ketidakpastian hukum cenderung meningkat kemudian harga diri bangsa
dimata dunia saat ini malah semakin terpuruk dan ada kecenderungan,
bangsa ini hampir kehilangan kebanggaan dan identitas (jatidiri)
sebagai bangsa Indonesia (having no pride as Indonesian).
Bangsa
seolah-olah saling menyalahkan dan membuka aib sendiri, bagaikan
membuka kotak pandora (pandora box). Kemudian tak dapat dinafikan,
bahwa kemiskinan dan pengangguran meningkat, investasi dan pertumbuhan
ekonomi menurun ditengah dominasi asing, kekerasan dan kesemrawutan
berbagai kota, berbagai bencana melanda, ditingkahi lakon elit politik
yang jauh dari harapan rakyat.
Permasalahan-permasalahan
bangsa semakin rumit dan semakin tidak beradab, amuk masa, tawuran,
kerusuhan sosial dan konflik horizontal di daerah menjadi pemandangan
yang mencengangkan. Berbagai konflik kepentingan antara pusat dan
daerahpun ikut meramaikan kondisi bangsa dan cenderung ke arah
disintegrasi bangsa. Kemudian lebih menyedihkan lagi bangsa semakin
diperparah dengan berbagai bencana dan musibah di berbagai pelosok
penjuru nusantara serta ancaman akan kehilangan generasi (lost
generation) akibat penyalahgunaan narkoba.
Seharusnya
disaat kita sedang memulai pembangunan Indonesia baru yang ditandai
dengan perubahan-perubahan yang drastis, cepat dan berjangka panjang di
bidang politik diperlukan semangat kecintaan kepada bangsa, kebersamaan
dan persaudaraan yang dapat menumbuhkan harapan-harapan pencerahan bagi
bangsa untuk membangun Indonesia baru atau Indonesia yang lebih baik,
maka dimanakah para pemuda atau generasi muda mengambil peran dalam
situasi bangsa seperti ini.
Peran serta generasi muda dalam pembangunan
Di
saat kondisi bangsa seperti saat ini peranan pemuda atau generasi muda
sebagai pilar, penggerak dan pengawal jalannya reformasi dan
pembangunan sangat diharapkan. Dengan organisasi dan jaringannya yang
luas, pemuda dan generasi muda dapat memainkan peran yang lebih besar
untuk mengawal jalannya reformasi dan pembangunan.
Permasalahan
yang dihadapi saat ini justru banyak generasi muda atau pemuda yang
mengalami disorientasi, dislokasi dan terlibat pada kepentingan politik
praktis. Seharusnya melalui generasi muda atau pemuda terlahir
inspirasi untuk mengatasi berbagai kondisi dan permasalahan yang yang
ada. Pemuda atau generasi muda yang mendominasi populasi penduduk
Indonesia saat ini mesti mengambil peran sentral dalam berbagai bidang
untuk kemajuan antara lain:
Pertama,
saatnya pemuda menempatkan diri sebagai agen sekaligus pemimpin
perubahan. Pemuda harus meletakkan cita-cita dan masa depan bangsa pada
cita cita perjuangannya. Pemuda atau generasi muda yang relatif bersih
dari berbagai kepentingan harus menjadi asset yang potensial dan mahal
untuk kejayaan dimasa depan. Saatnya pemuda memimpin perubahan.
Pemuda
atau generasi muda yang tergabung dalam berbagai Organisasi
Kemasyarakatan Pemuda memiliki prasyarat awal untuk memimpin perubahan.
Mereka memahami dengan baik kondisi daerahnya dari berbagai sudut
pandang. Kemudian proses kaderisasi formal dan informal dalam
organisasi serta interaksi kuat dengan berbagai lapisan sosial termasuk
dengan elit penguasa akan menjadi pengalaman (experience) dan ilmu
berharga untuk mengusung perubahan.
Kedua, pemuda
harus bersatu dalam kepentingan yang sama (common interest) untuk suatu
kemajuan dan perubahan. Tidak ada yang bisa menghalangi perubahan yang
diusung oleh kekuatan generasi muda atau pemuda, sepanjang moral dan
semangat juang tidak luntur.
Namun
bersatunya pemuda dalam satu perjuangan bukanlah persoalan mudah.
Dibutuhkan syarat minimal agar pemuda dapat berkumpul dalam satu
kepentingan. Pertama, syarat dasar moral perjuangan harus terpenuhi,
yakni terbebas dari kepentingan pribadi dan perilaku moral kepentingan
suatu kelompok. Kedua, kesamaan agenda perjuangan secara umum Ketiga,
terlepasnya unsur-unsur primordialisme dalam perjuangan bersama,
sesuatu yang sensitive dalam kebersamaan.
Ketiga, mengembalikan
semangat nasionalisme dan patriotisme dikalangan generasi muda atau
pemuda akan mengangkat moral perjuangan pemuda atau generasi muda.
Nasionalisme adalah kunci integritas suatu negara atau bangsa. Visi
reformasi seperti pemberantasan KKN, amandeman konstitusi, otonomi
daerah, budaya demokrasi yang wajar dan egaliter seharusnya juga dapat
memacu dan memicu semangat pemuda atau generasi muda untuk memulai
setting agenda perubahan.
Keempat, menguatkan
semangat nasionalisme tanpa harus meninggalkan jatidiri daerah.
Semangat kebangsaan diperlukan sebagai identitas dan kebanggaan,
sementara jatidiri daerah akan menguatkan komitmen untuk membangun dan
mengembangkan daerah. Keduanya diperlukan agar anak bangsa tidak
tercerabut dari akar budaya dan sejarahnya.
Kelima,
perlunya kesepahaman bagi pemuda atau generasi muda dalam melaksanakan
agenda-agenda Pembangunan. Energi pemuda yang bersatu cukup untuk
mendorong terwujudnya perubahan. Sesuai karakter pemuda yang memiliki
kekuatan (fisik), kecerdasan (fikir), dan ketinggian moral, serta
kecepatan belajar atas berbagai peristiwa yang dapat mendukung
akselerasi perubahan.
Keenam, pemuda
menjadi aktor untuk terwujudnya demokrasi politik dan ekonomi yang
sebenarnya. Tidak dapat dihindari bahwa politik dan ekonomi masih
menjadi bidang eksklusif bagi sebagian orang termasuk generasi muda.
Pemuda harus menyadari , bahwa sumber daya (resource) negeri ini
sebagai aset yang harus dipertahankan, tidak terjebak dalam konspirasi
ekonomi kapitalis.
Ketujuh, secara
khusus peranan pemuda di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung seharusnya
lebih berorientasi kepada upaya membangun kualitas sumber daya manusia
dan upaya menjaga kualitas sumber daya alam Bangka Belitung agar tetap
dapat mempunyai daya dukung bagi pembangunan Bangka Belitung dasawarsa
kedepan dan untuk persiapan bagi generasi mendatang.
Sebagai
suatu propinsi yang baru menginjak usia delapan tahun banyak hal yang
harus diperbuat, diperjuangkan dan ditingkatkan agar propinsi ini dapat
sejajar serta dapat mengejar ketertinggalan dengan propinsi lainnya di
Indonesia.
Isu
aktual tentang kerusakan lingkungan di Bangka Belitung hendaknya
menjadi perhatian serius dan utama mengingat eksploitasi terhadap biji
timah yang sudah dimulai sejak masa Kesultanan Palembang Darussalam
pada tahun 1710, kemudian dilanjutkan oleh bangsa asing kulit putih
yaitu bangsa Inggris tahun 1812 dan bangsa Belanda sejak tahun 1814
hingga kemerdekaan, kemudian dilanjutkan eksploitasinya oleh perusahaan
Timah milik negara dan sekarang malah dieksploitasi secara bebas dan
besar-besaran oleh rakyat tanpa memperhatikan aturan-aturan dan
kelestarian lingkungan, akan berakibat pada kerusakan dan kehancuran.
Dalam
posisi inilah harusnya pemuda atau generasi muda dapat berperan
menghentikan kerusakan dan mengajukan alternatif solusi yang cerdas
bagi penyelesaiannya dan terutama sekali solusi terbaik bagi
penghidupan rakyat pasca timah. Saat ini suara, pemikiran dan tindakan
nyata dari generasi muda atau pemuda, mahasiswa, akademisi atau dari
golongan elite terpelajar nyaris tak terdengar, sebetulnya banyak
kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah yang perlu
dikritisi secara arif.
Kedelapan, pemuda
atau generasi muda harus dapat memainkan perannya sebagai kelompok
penekan atau pressure group agar kebijakan-kebijakan strategis daerah
memang harus betul-betul mengakar bagi kepentingan dan kemashlatan
umat.
Dari
pandangan mengenai pemuda tersebut, diharapkan para pemuda dapat
membuka mata dan beranjak dari ”tidur panjang” dan kini saatnya pemuda
membangun daerah sesuai kapasitasnya, sehingga akan terwujud kehidupan
masyarakat yang lebih baik dan yang menjadi harapan masyarakat secara
bersama.(*).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar