Minggu, 01 Mei 2011
Dibawa kemana kasus penangkapan timah slama ini oleh pihak POLRI
Dalam sistem penguasaan bisnis penambangan timah akan terlihat hubungan-hubungan kekuasaan antara aktor-aktor
dalam instansi formal dan masyarakat untuk mendapatkan keuntungan. Siapa mendapatkan apa dan bagaimana
mendapatkannya adalah politik penguasaan dalam arti umum. Di sini kita akan melihat bagaimana hubungan-hubungan
kekuasaan antara aktor-aktor formal di era desentralisasi, otonomi daerah dan liberalisasi/globalisasi.
Peralihan dari era kolonial/Orde Baru yang sentralistik ke Era Reformasi sebagaimana dijelaskan di atas telah membawa
sistem penguasaan bisnis penambangan timah dan kewenangan pemberian izin terfragmentasi. Era otonomi daerah
memberikan kesempatan kepada daerah tidak kecuali Bangka untuk meningkatkan sumber pendapatan daerahnya dari
kekayaan sumberdaya alam yang dimiliki yang selama ini lebih banyak dialirkan ke pusat. Wilayah-wilayah yang memiliki
sumber daya alam yang kaya misalnya propinsi Riau, Bengkulu dan juga Bangka-Belitung termasuk daerah yang
tertinggal dibanding dengan daerah-daerah tetangganya di pulau Sumatera.
Bagi Bangka-Belitung, perjuangan untuk menguasai dan menikmati sumberdaya alam timahnya sudah berkali-kali
dilakukan, dimulai dengan tuntutan pembentukan propinsi Bangka-Belitung pada tahun 1956, dan kemudian berulangkali
di era Orde Baru pada tahun 1970-an, 1980an dan kemudian 1990an dan baru berhasil di Era Reformasi. Tuntutan
pembentukan propinsi ini dimaksudkan untuk merebut penguasaan timahnya dari Palembang dan dari pemerintah pusat.
Selain itu juga ada tuntutan manajemen PT.Timah dikelola oleh putra daerah, tuntutan pemilikan saham di perusahaan
tersebut serta perjuangan daerah untuk memberikan izin penambangan dan penjualan pasir timah kepada masyarakat
Bangka.
Hal yang terakhir ini telah membawa perubahan drastis dalam politik penguasaan timah dan menimbulkan konflik yang
njelimet dan tarik menarik kekuasaan antar aktor-aktor di institusi pemerintahan antar pusat, pusat-daerah dan antara
propinsi dan kabupaten. Puncaknya berakhir dengan peristiwa ‘Oktober kelabu 2006’, penyerangan para
penambang TI ke kantor gubernur dan penangkapan para pemilik smelster dan campur tangan pemerintah pusat untuk
‘mengamankan’ pulau itu.
Era reformasi, euforia demokrasi, otonomi daerah telah digunakan sebagai semacam counter produktif oleh peran
pemerintah daerah yang selama ini sangat lemah dan peran perusahaan timah yang kuat sebagai akibat perpanjangan
tangan pemerintah pusat. Lemahnya peran pemerintah dan kuatnya peran perusahaan timah selama periode
kolonial/Orde Baru telah menciptakan ‘state within the state’ di kedua pulau itu. Diharapkan bahwa
peralihan penguasaan dari pusat ke pemerintah daerah akan mendatangkan keuntungan yang lebih besar untuk
membangun Bangka dan untuk mensejahterakan masyarakat kedua pulau itu.
Apakah peralihan sistem penguasaan dari pusat ke daerah tersebut akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Bangka? Ini pertanyaan yang sulit dijawab dan memerlukan penelitian yang seksama, menghitung keuntungan dan
kerugian materil dan non-materil dari sistem penambangan tersebut Apakah pemerintah daerah betul-betul kuat
mengatur sistem penambangan yang berkelanjutan yang mementingkan eko-sistem? Bagi perusahaan timah, masih ada
tanggungjawab terhadap lingkungan, meskipun belum maksimal dan lama terhenti, akan tetapi bagi banyak perusahaanperusahaan
yang memperoleh izin dari pemerintah daerah dan penambangan TI sejauh yang saya ketahui belum lagi
melakukan tanggungjawab terhadap lingkungan yang sudah rusak akibat penambangan. Bahkan, kerusakaan
lingkungan, pencemaran air sungai, laut, air minum, penambangan di hutan lindung oleh perusahaan besar dan
perusahaan-perusahaan yang muncul sejak era reformasi terus berlangsung. Demi mengejar keuntungan jangka
pendek, sistem ekonomi penambangannya sangat buas, rakus dan sistem pengaturannya cendrung dikelola dalam
Jaringan Advokasi Tambang
http://www.jatam.org Powered by Joomla! Generated: 7 February, 2011, 17:31
sistem negara bayangan lokal. Peran dan kepentingan pebisnis jauh lebih dominan, di mana ada pengatur-pengatur
bayangan, di mana ada ‘concubine’ antara aktor-aktor formal dan aktor-aktor masyarakat (pebisnis,
preman, tokoh politik dll).
3. Implikasi ke depan
Ada hal-hal yang perlu diperbaiki, disempurnakan dan diantisipasi untuk sistem penguasaan sumberdaya timah ke
depan. Sesuai dengan era reformasi yang memperhatikan hak-hak azazi manusia, pemerintahan yang transparan,
bersih dan dekat ke masyarakat, maka sistem penguasaan sumberdaya timah pemerintah hendaknya mementingkan
kesejahteraan masyarakat dari kesejahteraan kelompok/pribadi. Keuntungan semua pihak baik perusahaan lama,
perusahaan-perusahaan timah yang baru dan penambangan rakyat dan kepentingan masyarakat lokal secara
keseluruhan diperhitungkan dan sistem sistem monopoli yang sudah berurat berakar nampaknya berbahaya untuk
dilanggengkan apakah sistem monopoli dalam ‘bentuk baru’ di era otonomi daerah ini.
Penertiban oleh Markas Besar Kepolisian RI pada Oktober 2006 - 2011 belum memberikan dampak positif terhadap situasi pertambangan timah, justru saya bingung selama ini terjadi penangkapan kalau dikalkulasikan hampir mencapai puluhan ribu ton dan ratusan alat berat yang disita, tetapi sampai dengan hari ini tidak jelas siapa tersangka yang sebenarnya karena info yang saya ketahui justru penangkapan saja telah terjadi, tetapi proses hukum selanjutnya tidak jelas kasus kasus penangkapan timah selama ini, contoh kasus 1.392.240 ton pasir timah di Pusmet Mentok yang melibatkan salah seorang Direktur PT Tambang Timah, A Hafidz berdasarkan petunjuk dari kejaksaan, menyusul sebelumnya Ery Eko. (Maret 2008 lalu) hingga Us alias Ag (50) pemilik gudang timah yang menampung 60 timah di bukit Permai Toboali mulai Senin (11/4/2011) sampai dengan sekarang ini tidak jelas di bawa kemana kasus tersebut, sudah jelas apa yang dikatakan masyarakat kalau timah ilegal di Babel bagaikan mata rantai saling menguatkan dan menguntungkan. Sehingga sulit memutus mata rantai itu, sepanjang tidak ada komitmen bersama dari "stake holder" terutama aparat kepolisian. Hal ini masih tetap dibiarkan dikuatirkan kedepannya ribuan kolam bekas tambang timah bertebaran hingga ke pantai. Kawasan di sekitar kolam menjadi gersang dan sisa penambangan di pantai pun mencemari laut.
Tolong dikomentarin menurut pendapat kawan kawan facebookers sehingga nanti tidak meninggalkan daerah babel tidak meninggalkan sejarah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar