Selasa, 20 September 2011

Mafia Pertambangan Dengan Beragam Modus

Mafia Pertambangan Dengan Beragam Modus

Oleh : Fahrizan SIP
Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Susno Duadji membuka sejumlah
dugaan mafia hukum dalam beberapa kasus yang ditangani kepolisian dalam rapat
terbuka dengan Komisi III DPR beberapa waktu lalu. Ternyata dalam rapat tertutup itu, Susno kembali
buka - bukaan bukan soal mafia pajak saja, melainkan ada mafia lainnya.
Anggota Komisi III yang membidangi hukum, Ahmad Yani, mengatakan Susno membuka masalah mafia di pertambangan. Ahmad Yani memaparkan, dalam penjelasan Susno, dia menerangkan ada mafia yang juga menguasai wilayah – wilayah pertambangan, seperti pertambangan batu bara di Kalimantan. Kelompok mafia itu ingin men take over kuasa pertambangan yang sekarang berubah menjadi izin usaha pertambangan (IUP).
Bahkan politisi asal partai persatuan pembangunan ini pun menjelaskan kalau mereka memang bisa dikategorikan mafia karena terorganisir dan dekat dengan penguasa. Bahkan bukan cuman dekat, mereka pun mempunyai kemampuan dalam mengendalikan regulasi baik ditingkat nasional sampai ditingkatan daerah.
Kembali naiknya isu terkait masalah pertambangan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) menjadi perhatian serius bagi penulis. Apalagi aparat penegak hukum di tingkat
daerah dan pusat terindikasi sudah dikuasai oleh mafia pertambangan di negeri penghasil pasir timah terbesar di republik ini.
  Kuatnya indikasi praktek mafia petambangan di Babel ini sangat berpotensi, kalau memang belum bisa dikatakan adanya keberadaan mereka di Babel. Karena memang sumber daya alam Babel melimpah, bahkan belakangan diketahui bukan hanya timah potensi pertambangan di negeri kita cintai ini. Makanya menjadi pertanyaan besar bisakan hal ini dibuktikan secara yuridis kalau memang mereka memiliki potensi ‘merampok’ potensi tambang kita.
Menjadi pertanyaan miris memang, bisakan para penegak hokum membuktikan semua ini, ditengah banyaknya aparat penegak hukum sendiri yang terindikasi dalam praktek ini? Atau justru karena nuansanya sangat politis sehingga sangat sulit untuk di bongkar? Mafia pertambangan pun bukan hanya sekedar illegal maining, juga bukan hanya sekedar bermain pada sisi kriminalisasi dan rekayasa kasus di kegiatan pertambangan.
Karean lebih dari itu semua, ada hal yang lebih besar lagi yang seharusnya dapat diungkap
tentang bagaimana carut marutnya dunia pertambangan di negeri kita tercinta ini.  Lihat saja tidak
pernah jelasnya penanganan persoalan mendasar pertambangan. Seperti baru – baru ini terkait elminite dan zircon.  Padahal kita belum bicara daya rusak proses pertambangan, dan belum lagi perselingkuhan penguasa dan pengusaha pertambangan yang membuat tanah kelahiran penulis makin terpuruk.
 Modus mafia pertambangan jika dapat kita dalam hal perizinan pertambangan yang dikeluarkan oleh para Bupati. Walau pun modus ini berjalan sebelum lahirnya undang – undang mineral dan batu bara (minerba). Tapi dengan memanfaatkan otonomi daerah di tahun 1999 disertai dengan keluarnya Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Dengan menjadikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai alat legitimasi kuat untuk membuka “kran” izin penjualan pasir timah ke luar daerah saat ini. Murni merupakan kegiatan terorganisir dari para mafia pertambangan yang memainkan perannyad alam bisnis pertambangan.  Kemudian di era kekinian mereka memasuki ‘baju’ legal dan terus berperan bak robin hood padahal melakukan ‘perampokan’ potensi sumber daya alam Babel.
Buktinya ketimpangan - ketimpangan terus tejadi antara mereka pengusaha pertamabangan (di luar PT Timah Tbk dan PT Kobatin) karena ada upaya monopoli usaha pertambangan. Pemainnya tetaplah sama, mereka yang saya sebut para mafia pertambangan. Sehingga tidak terjadilah sekarang ini bisa kita temui ketidakberesnya proses perizinan, tumpang tindih lahan, kerusakan lingkungan, penggusuran lahan masyarakat, pencemaran, hingga sampai ada indikasi manipulasi pajak
suap dan gratifikasi.
 Ketimpangan-ketimpangan itu sesungguhnya menggambarkan ada yang tidak beres dari semua proses - proses perizinan dari penguasa di Babel ini. Entah kesemua ini disebabkan oleh faktor ketidaktahuan akibat belum siapnya daerah dalam menerima otonomi daerah atau ini merupakan faktor “kesengajaan”. Karena memang terdapat kepentingan pribadi dan golongan para penguasa yang iku ‘berkeringan’ menjadikan seorang kepala derah. 
Memang ada banyak alasan selain alasan tadi, karena bisa juga “ketidaksengajaan” ini karena penguasa mengharapkan PAD yang selama ini minim menjadi berlipat ganda. Sehingga bisa juga menjadi bahan kampanye sang ‘raja’ untuk kembali duduk di kursi empuknya. Dan bisa juga seperti yang sudah penulis utarakan tadi, yakni politik pembiaran aktor utama (penguasa) disebabkan “politik balas budi” kepada para pengusaha yang telah ‘mengantarkannya’ memenangkan suara dalam pemilihan jabatan
Contoh lain juga ditemukan dari tidak pernah tuntasnya penertiban penambangan tanpa izin, tumpang tindih lahan dan izin pinjam pakai kawasan yang terus berlangsung dalam berbagai bentuk. Makanya modul lain dari mafia pertambangan adalah penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan izin pertambangan. Ini digunakan misalnya, seperti mengeluarkan izin pertambangan dengan izin keluar terlebih dahulu baru disusul izin amdal yang diurus belakangan.
John Perkins dalam bukunya Confessions of an Economic Hitman, pemimpin ataupun calon pemimpin dan para pengusaha adalah gabungan yang sangat pas. Karena meraka bisa menjalankan sistem ekonomi sampai sistem politik yang dia sebut dengan korporatokrasi. Dimana secarara garis besar dapat digambarkan yakni keadaan dimana saat pemerintahan “dikuasai” oleh kepentingan korporasi (pengusaha).
Di negeri kita tercinta ini dengan nuansa politik yang saat ini indikasi tarik menarik kepentingan dan menjadikan eksploitasi pertambanga menjadi bargaining penguasa. Izin pertambangan kita akan mudah dieksploitasi oleh kelompok yang tidak bertanggung jawab untuk biaya politik dan semua yang berbau politik patut diduga sebagian besar didanai kepentingan mafia pertambangan.
Apalagi adanya indikasi suap dan gratifikasi terhadap para pejabat daerah dan aparat penegak hokum. Inilah tren korporatokrasi (perselingkuhan penguasa dan pengusaha) tersebut menurut penulis. Hal ini terlihat cukup jelas di negeri kita tercinta ini, namun karena ruang lingkupnya sangat sempit untuk masyarakat secara publik. Sekali lagi hal ini tampak sulit terungkap, apalagi sampai pada tingkatan penyidikan.
Tapi sekali lagi, penulis sendiri memang hanya bisa beropini dengan beragam indikasi di atas. Karena fakta – fakta yuridis yang mampu menjadikan prasangka – prasangka diatas menjadi suatu kebenaran. Tampaknya memang sulit terealisasi. Kecuali memang ada revolusi (perubahan mendasar) dari para pemangku kebijakan. Setidaknya tampilnya wajah – wajah kritikus muda di percaturan parlemen lokal (DPRD) nantinya pasca pemilu. Semoga!

Penulis adalah aktivis antikorupsi  dan tokoh pemuda di Babel
Biodata
Nama    :   Fahrizan, SIP
TTL      :   Pangkalpinang, 23 Desember 1980
Alamat  :  Jl Kenangan No. 250 Kel. Rawa Bangun
        Kec. Taman sari Pangkalpinang

 Pengalaman Organisasi :
* Anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STIA AAN Yogyakarta 1998-1999
* Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STIA AAN Yogyakarta 1999 - 2000
* Wakil Ketua Forum Komunikasi Mahasiswa Yogyakarta 2000-2001
* Anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Isipol Sebelas Maret 2002-2003
* Anggota KNPI Provinsi Kep. Bangka Belitung 2007-2010
* Anggota Karang Taruna sampai sekarang
* Pendiri Merangkap Sekjen LSM Kampak Babel
* Ketua Front Pemuda Bersatu Babel
* Inisiator Aliansi Masyarakat dan Mahasiswa Bangka Belitung (ALAMMAK BABEL)
* Wakil Ketua Pemuda Bulan Bintang Provinsi Kep. Bangka Belitung
* Sekretaris KNPI Provinsi Kep. Bangka Belitung 2010-2013
* Inisiator ORMAS LOKAL Gerakan Selamatkan Babel (GSB)

Tidak ada komentar: