Sabtu, 29 Januari 2011

kemana dana reklamasi & Tidak ada PAD dari TIMAH

iNI SALAH SATU YANG MENJADI PROBLEM KITA DI BABEL KENAPA BANYAK bolong di kawasan hutan di babel bahkan melebihi cropcircle di bantul & jogya di indikasikan UFO tp apa mungkin ada UFO di BabeL seperti di STATUS rekan saya Vindyarto Purba (Ada UFO di BabeL, Tiba2 Daratan di BabeL jadi BoLong2) hal itu tidak mungkin terjadi apa bila pihak distamben kab/propinsi dengan TRANSPARAN membeberkan perusahan perusahan pertambangan yang berdasarkan iup mereka keluarkan karena jelas sekali Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008, reklamasi hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. Apalagi, ada ketentuan PP tersebut yang merisaukan, yaitu Pasal 49 ayat (4) yang mengatur tata cara pelepasan dana jaminan reklamasi. “Istilahnya, pinjam pakai. Selesai digunakan, hutan dikembalikan sesuai dengan fungsinya Kemudian, perusahaan pertambangan yang selesai melakukan kegiatannya dapat mengembalikan fungsi hutan. Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyebutkan, reklamasi kawasan hutan bekas areal pertambangan wajib dilaksanakan oleh pemegang izin pertambangan sesuai dengan tahapan kegiatan pertambangan. ini salah satu contoh dari kab Sumber: Distamben Kabupaten Belitung. (k1) : Izin Usaha Pertambangan Umum 1999-Januari 2010 di Kabupaten Belitung dan Kabupaten Belitung Timur SKPKPD : 13 Perusahaan SIPD : 53 Perusahaan SIUPR Jumlah Dana Jaminan Reklamasi 1999-2006 : Rp 2.192.770.498 2006-2007 : Rp 1.380.720.498 2007-Jan 2010 : Rp 3.975.215.498 Daftar perusahaan smelter (unit usaha peleburan tambang timah) yang berizin sebagai ekportir terdaftar (ET) antara lain PT Timah (Persero) Tbk yang memiliki lahan Kuasa Penambangan (KP) seluas 473.800,06 hektar (di darat 330.664,09 hektar, di laut 143.135,97 hektar), PT Koba Tin (41.680,30 hektar) CV DS Jaya Abadi (50,00 hektar), PT Bukit Timah (49,60 hektar), dan PT Bangka Putra Karya (255,00 hektar). PT Timah menyetorkan dana sekitar RpS4,4 miliar sebagai jaminan reklamasi seluas 1.600 ha yang akan dilakukan pada Oktober 2010 sumber Kepala Bidang Lingkungan Hidup PT Timah Tbk Dessy Ros-tianti untuk reklamasi itu sebesar Rp34 juta per hektare, sumber :Kepala Dinas Pertambangan Energi Bangka Selatan,Jaminan reklamasi $2000 US per hektarnya Perputaran Uang dari sektor tambang Per tahun sekitar 25 Trilyun ( sumber di Rahasiakan ) kita minta transparansi dari kabupaten lainnya biar permasalan Tambang ini bisa secepatnya kita selesaikan hingga saya yakin ke depan anak yang baru lahir juga pasti mendapatkan Fee dari lingkungannya karena penduduk kita babel tidak sampai satu juta orang, Jadi pada kemana dana reklamasi dari Perusahan Tambang yang Setorkan ke Pemerintah Kab/ Propinsi selama ini ???? * Nilai Ekspor Besar Tak Sumbang PAD * Iskandar: Tidak Ada PAD dari Timah Pangkalpinang – Timah yang menjadi sumber utama perekonomian masyarakat, ternyata hanya memberikan kontribusi sedikit bagi pendapatan daerah Bangka Belitung baik Provinsi, Kabupaten maupun Kota. Dari total nilai ekspor yang tercatat di Badan Pusat Statistik (BPS) Bangka Belitung selama tahun 2010 sebesar US$ 1.419.076.169 dengan jumlah 76.339.557 Kilogram, ekspor timah hanya memberikan kontribusi royalti ke pendapatan daerah Pemprov Bangka Belitung sebesar Rp36.854.471.689. Menurut Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Pemprov Babel, Iskandar Z, pertambangan terutama timah diakui memang tidak memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bangka Belitung. Timah hanya memberikan kontribusi dalam royalti dari hasil ekspor yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah sebagai bagi hasil yang masuk dalam Dana Perimbangan. Meskipun demikian, tetap royalti ini menjadi sumber pendapatan daerah, namun bukan pendapatan asli daerahnya. “Untuk sektor pertambangannya ya sektor timah itu tidak untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) itu, karena royalti itu dengan surat kuasa pertambangan itu pungutan pemerintah pusat. Kalau PAD kan pungutan daerah kita berdasarkan Perda. Tidak ada itu (PAD dari timah), tapi royalti itu kan pungutan pusat bagi hasil kepada provinsi, kabupaten/kota,” tegasnya. Dari sektor pertambangan, lanjut Iskandar bisa saja daerah mendapat kontribusi yakni jika pertambangan timah menggunakan air yang retribusi untuk PAD dari pajak airnya. Kemudian perusahaan menggunakan mobil untuk pajak kendaraan bermotor. Hanya saja PAD itu bentuknya dari sektor lain, bukan sektor timahnya. “Royalti timah pada tahun 2010 dari target Rp26.665.641.400 itu realisasinya sebesar Rp36.854.471.689 dengan persentase 100,54 persen atau over target 0,54 persen, dan dalam menentukan besaran royalti ini kita tidak sembarangan, tapi berdasarkan Kepmenkeu, tidak boleh lebih dan kurang. Nah kalau realisasinya tergantung banyak tidaknya timah yang diekspor,” jelasnya. Untuk dana royalti sektor pertambangan yang masuk ke kas Pemprov Babel di sisi Dana Perimbangan, termasuk di dalamnya landrent (iuran tetap), royalti timah dan sumber daya migas ditargetkan sebesar Rp43.083.253.500 dengan realisasi Rp48.357.851.685. Persentasenya sebesar 112,24 persen, atau over target 12,24 persen. Disebutkan Iskandar, untuk iuran tetap ditargetkan sebesar Rp1.999.431.100 dengan realisasi Rp1.608.276.825, atau tidak mencapai target 19,56 persen dengan persentase capaian realisasi 80,44 persen, dan untuk dana bagi hasil sumber daya alam migas, dianggarkan Rp4.429.181.000 dengan realisasi Rp9.895.103.171 atau over target dua kali lipat 123,46 persen. Capai 76.339.557 Kilogram Sementara itu, berdasarkan data BPS Babel selama tahun 2010 tercatat sebanyak 76.339.557 kilogram ekspor timah dengan nilai US$ 1.419.076.169. Jumlah terbanyak diekspor pada bulan Nopember sebanyak 7.892.405 Kg dengan nilai US$193.438.856. Sedangkan pada bulan Desember sebanyak 6.674.582 dengan nilai US$158.333.236. Data ekspor ini diperoleh BPS dari hasil data Bea Cukai yang mencatat setiap transaksi ekspor dari Bangka Belitung ke luar negeri. Singapura masih menjadi negara tujuan terbesar ekspor timah selama kurun waktu Januari – Desember 2010, yang mencapai US$1.092,9 juta atau 77,0 persen dari keseluruhan ekspor timah. Kepala BPS Pemprov Babel, Yomin Tofri dalam Berita Resmi Statistik Selasa (1/2) mengatakan untuk nilai ekspor Januari – Desember 2010 dibandingkan Januari – Desember 2009 mengalami kenaikan 39,9 persen. “Timah masih menjadi komoditas unggulan ekspor Bangka Belitung selama Januari – Desember 2010 dengan persentase 80,8 persen dari total ekspor, dengan nilai US$1.419.076.169, atau naik 39,9 persen dibandingkan Januari – Desember 2009,” jelasnya. Sedangkan secara nasional, ekspor timah yang masuk dalam ekspor non migas Indonesia hanya memberikan kontribusi 1,34 persen dari total ekspor non migas Indonesia selama Januari- Desember 2010. Secara nasional, pada bulan Desember nilai ekspor timah berdasarkan FOB mencapai US$194,7 juta, dan selama Januari – Desember 2010 mencapai US$1.734,6 juta. Setelah Singapura, Belanda menjadi negara tujuan ekspor kedua dengan nilai US$66,3 juta atau 4,7 persen, Malaysia US$62,8 juta dengan persentase 4,4 persen, taiwan US$45,8 juta atau 3,2 persen dan Jepang US$43,7 juta atau 3,1 persen. Kontribusi kelima negara tersebut mencapai 92,4 persen dari total ekspor non timah. Disebutkan Yomin, selain timah ekspor Bangka Belitung selama tahun 2010 terdiri dari non timah, diantaranya minyak atau lemak hewan dan nabati (CPO) pada bulan Desember 2010 mencapai US$18,1 juta dan selama Januari – Desember sebesar US$142,509.732 dengan jumlah 175.809.895 Kg, kemudian diikuti karet dan barang dari karet mencapai US$ 48.262.350 dengan berat 15.321.440 Kg, Kopi, Teh dan Rempah (yang didalamnya terdapat Lada ) selama 2010 mencapai US$15.288.228 dengan jumlah 2.754.500 Kg, kemudian hasil perikanan dan olahan sebesar US$ 8.661.354 dengan jumlah 4.618.250 Kg, dan Lainnya. “Negara tujuan ekspor non timah selama Januari – Desember 2010 ke tujuh negara mencapai US$308,6 juta atau meninglat 112,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dengan negara tujuan utama ke China yang mencapai angka US$88,5 juta atau memberikan kontribusi terbesar yaiu 26,2 persen terhadap total ekspor, diikuti Singapura US$36,5 juta (10,8 persen), Vietnam US$29,9 juta (8,9 persen), Bangladesh US$28,2 juta (8,4 persen), dan India US$24,4 juta (7,2 persen), kontribusi ketujuh negara tersebut mencapai 91,5 persen dari total ekspor non timah babel,” terangnya seraya menyebutkan kegiatan BRS ini dilaksanakan serentak diseluruh Indonesia kemarin. Penanaman Modal Daerah * Hanya 2 Perusahaan Beri Andil * Saham di Riau Air Line Ditarik Pangkalpinang-Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Iskandar Z mengatakan, hingga akhir tahun anggaran 2010, penanaman modal milik Pemprov Bangka Belitung di 8 perusahaan, hanya dua perusahaan yang menguntungkan dan memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemprov Babel pada tahun anggaran 2010. Kontribusi terbesar disumbang oleh PT. Bank Pembangunan Sumatera Selatan Bangka Belitung (PT. BPDSSBB), sementara Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemprov Babel dengan nama PT. Bumi Bangka Belitung Sejahtera (PT. BBBS) tidak memberikan kontribusi apa-apa terhadap PAD alias nol besar. Disebutkan Kadis PPKAD Pemprov Babel, Iskandar untuk kedua perusahaan yang memberikan kontribusi dari delapan perusahaan diantaranya adalah Bank Sumselbabel dengan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPR Syariah) dengan realiasasi sebesar Rp3.077.327.809 dari target sebesar Rp1.793.513.112,30. “Untuk penanaman modal yang menghasilkan hanya dua yaitu di Bank Sumselbabel dan di BPR Syariah, nilainya besar dari target yang kita anggarkan itu mengalami over target 71,58 persen atau dengan realisasi 171,58 persen,” ujarnya, kepada wartawan di ruang kerjanya, kemarin (1/2). Sedangkan enam perusahaan lainnya belum memberikan kontribusi terhadap PAD tahun anggaran 2010, diantaranya penanaman modal di Perusahaan Daerah Air Minum (PADM) Pangkalpinang dan Belitung, PT. Riau Air Lines (RAL), PT. Sumatera Civing Line dan PT. Sumatera Promotion Center, dan BUMD milik Pemprov Babel, PT. BBBS. “Kalau BUMD dari Rp4 miliar penyertaan modal kita dikembalikan sebesar Rp80 juta, sehingga penyertaan modal kita hanya Rp3,6 miliar saja, dari BUMD ini juga tidak menghasilkan apa-apa untuk PAD, nol besar, ” tandasnya. Disinggung mengenai penarikan penyertaan modal, Iskandar mengatakan, tidak bisa menarik penyertaan modal di BUMD tersebut, karena merupakan BUMD milik Pemprov yang dibentuk oleh Pemprov sendiri, namun menurutnya, BUMD ini harus ada pembenahan yang lebih profesional lagi agar BUMD kita menghasilkan PAD. “Masa’ kita yang bentuk kita yang menarik penyertaan modal, ya tidak lah, kecuali perusahaan lain baru bisa. Hanya saja saya rasa ini perlu pembenahan di BUMD agar lebih profesional dan lebih baik lagi,” tukasnya seraya berharap. Untuk saham di PT. Sumatera Civing Line dan Sumatera Promotion Center masing-masing sebesar Rp100 juta merupakan kerjasama antar Sumatera sehingga diikut sertakan meskipun dari awal sudah diketahui tidak menguntungkan. Demikian juga dengan PDAM yang tidak juga menguntungkan. “Kalau PDAM itu sebenarnya dulu kita salah kaprah, harusnya bukan penyertaan modal melainkan bantuan daerah bawahan, karena mana ada PDAM untung, penyertaan modal kita di PDAM Pangkalpinang itu Rp8,2 milyar sedangkan di Belitung sekitar Rp731 juta,” kata Iskandar. Lain halnya dengan ketujuh perusahaan yang menjadi tempat penanaman modal Pemprov, PT. Riau Air Line (RAL) berdasarkan tembusan yang diterima Iskandar untuk penyertaan modal di RAL ini tahun 2011 akan ditarik sebesar Rp1 Miliar, karena tidak menguntungkan. “Penyertaan di RAL ini merupakan kerjasama se-Sumatera, dulunya penyertaan modal kita Rp1 miliar, kita mengharapkan ada penerbangan yang dilayani oleh RAL ini seperti awal-awal penyertaan modal kita, kalau sekarang tidak ada lagi sehingga kita tidak dapat manfaat apa-apa. Terakhir info yang saya dengar dan saya dapat tembusan surat dari Gubernur menarik modal saham kita di RAL tersebut, untuk lebih rincinya bisa ke BKPMD,” pungkasnya menjelaskan. (nov/3).

Senin, 17 Januari 2011

mungkin kah terjadi DPRD & BKD di BABEL ini bener2 untuk kepentingan masyarakat seperti di sidoarjo

BKD Datangi Peserta Tes Ulang CPNS Dewan Minta ITB Di-blacklist SIDOARJO(SINDO) – Kerja sama antara Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sidoarjo dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) terkait pengadaan soal ujian Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tampaknya bakal segera berakhir. Sejumlah anggota DPRD Sidoarjo mendesak BKD mem-blacklist ITB dalam pengadaan naskah soal. Dewan menilai kesalahan soal tes CPNS yang terjadi di empat formasi di Sidoarjo merupakan kesalahan fatal.Ini bisa merugikan pemkab dan 609 peserta tes. Ketua Komisi A DPRD Sidoarjo Mundzir Dwi Ilmiawan mengatakan, kesalahan soal yang dilakukan ITB sudah merugikan pemkab, terutama peserta tes tulis. “Kejadian ini harus dievaluasi. Bahkan,pemkab harus mem-blacklist ITB pada perekrutan CPNS tahun depan.Tidak usah kerja sama dengan ITB,” ujar Mundzir Dwi Ilmiawan kemarin. Politikus asal PDIP tersebut menambahkan, seharusnya perguruan tinggi sekelas ITB lebih profesional sehingga tidak terjadi kesalahan soal tes seperti yang terjadi di Sidoarjo. Meski ITB membuatkan soal baru, masalahnya tidak cukup sampai di sini. Sebab, ini menyangkut kinerja Pemkab Sidoarjo dalam hal perekrutan CPNS. Bukan hanya itu, jika nantinya tes CPNS diulang,Komisi A khawatir tidak semua peserta bisa ikut tes ulang. Sebab, mereka banyak yang tidak tahu bahwa tes yang digelar pada Minggu (12/12) salah dan harus diulang pada Rabu (15/12).“Kami khawatir tidak semua peserta bisa ikut tes ulang. Sebab, mereka tidak mendapat informasi,”tutur Mundzir. Setelah kesalahan soal tes diketahui, lanjut Mundzir,dia langsung klarifikasi ke Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sidoarjo Sri Witarsih. BKD mengaku akan berupaya maksimal agar tes ulang bisa dilakukan dan diikuti sebanyak peserta yang ikut dalam tes sebelumnya. Salah satunya dengan mengirim surat undangan tes ulang ke masing-masing peserta serta memberi tahu lewat media massa. Mundzir menilai kejadian ini merupakan preseden buruk perekrutan CPNS karena termasuk kasus berskala nasional. Jadi,wajar kalau BKD harus segera mengevaluasi perekrutan CPNS 2010. Sri Witarsih mengatakan, dia segera mengevaluasi pelaksanaan CPNS 2010 ini.Namun, ketika ditanya apakah akan mem-blacklist ITB seperti desakan dari dewan, dia mengaku masih menunggu hasil evaluasi. “Untuk kerja sama pembuatan soal, tiap tahun kan berbeda perguruan tinggi.Pada 2009,misalnya, kami menggandeng UI dan kali ini kami menggandeng ITB. Pada tahun depan kami bisa menggandeng perguruan tinggi lainnya,” ujar Sri Witarsih. Dia mengaku tidak menyangka ada kesalahan naskah soal tes dari ITB.Namun, semua itu sudah terjadi dan dia akan segera mengevaluasi pelaksanaan tes CPNS tersebut. Sri Witarsih optimistis semua peserta tes sebanyak 609 bisa mengikuti tes ulang pada Rabu (15/12) besok. “Sampai petang ini (kemarin) sudah ada 387 peserta yang daftar ulang untuk ikut tes ulang.Peserta yang ikut tes ulang sebanyak 609. Masih ada waktu sehari untuk daftar ulang dan menghubungi peserta yang belum daftar ulang untuk tes CPNS ulang,” ujar Sekretaris BKD Mharta W Kusuma. Sekadar diketahui, sebanyak 609 peserta tes CPNS akan mengikuti tes CPNS ulang pada Rabu (15/12) besok.Pasalnya, dalam tes CPNS yang digelar pada Minggu (12/12) ada kesalahan materi naskah soal yang diujikan kepada peserta di beberapa formasi. Kesalahan soal itu diketahui beberapa menit menjelang tes selesai. Ini ketika para peserta tes CPNS yang mengikuti tes mengeluh adanya materi soal yang diujikan tidak sama dengan formasi yang dipilih. Soal yang diujikan ternyata materinya psikologi. Padahal, seharusnya yang diujikan adalah materi tes kemampuan dasar (TKD). Seusai tes, peserta pun pulang. Namun, bisik-bisik peserta tes terkait kesalahan itu akhirnya terdengar panitia yang kemudian langsung mengecek soal. Hasilnya,ada kesalahan dalam pembagian soal tes CPNS yang mengikuti ujian di SMP PGRI I Buduran dan SMK I Antartika. Di dua sekolah itu merupakan tempat tes empat formasi,yaitu penata laporan keuangan, penyuluhan koperasi, perencana, dan analisis kesejahteraan sosial.Isi soal untuk tes CPNS di Sidoarjo ternyata isinya materi tes CPNS untuk daerah lain. BKD sudah melaporkan kejadian itu kepada ITB. Pihak ITB pun siap membuat soal baru untuk pelaksanaan tes ulang.Tes ulang bagi 609 peserta empat formasi itu akan dilaksanakan pada Rabu (15/12), mulai pukul 07.30 WIB di SMK PGRI I dan III Sidoarjo. BKD meminta ITB untuk membuat soal TKD yang berbeda. Soal baru dari ITB akan tiba di Sidoarjo paling lambat hari ini (14/12). (Sumber : Koran SINDO “abdul rouf”)

Kamis, 13 Januari 2011

Penjelasan Inspektorat Soal LKPD Bermasalah

Penjelasan Inspektorat Soal LKPD Bermasalah 90% Temuan BPK Sudah Ditindaklanjuti edisi: 06/Nov/2010 wib PANGKALPINANG, BANGKA POS - Pemprov Babel hingga November 2010 sudah menindaklanjuti sekitar 90 persen laporan penggunaan keuangan daerah yang bermasalah sebagaimana temuan BPK dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Adapun kasus yang harus ditindaklanjuti dari temuan BPK sejak tahun 2001 itu sebanyak 42 kasus dengan nilai Rp 34.673.508.775,25. Dari jumlah tersebut, sudah diangsur sebanyak Rp 11.858.639.552.94 dan Rp 2.886.987.933,47 telah diselesaikan, sedangkan sisanya Rp 20.278.269.726,90 akan diselesaikan. Penegasan ini disampaikan Kepala Inspektorat Provinsi Babel Zulkomar atas permintaan Gubernur Babel Eko Maulana Ali setelah muncul desakan tokoh pemuda Babel Fahrizan dan Ketua Permahi Babel Zainul Arifin agar Kejaksaan Tinggi Babel mengusut temuan BPK tersebut. “Tidak benar apa yang telah ditudingkan pada kami. Pada dasarnya kami telah menindaklanjuti temuan tersebut sebanyak 69,34 persen hingga bulan Juli. Dan bulan November Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah menindaklanjuti sebanyak 90 persen temuan BPK, sedangkan 10 persennya lagi masih dalam proses,” kata Zulkomar kepada Bangka Pos Group di ruang kerjanya, Jumat (5/11). Menurut Zulkomar, angka 69,34 persen tindak lanjut pada semester pertama itu berdasarkan surat dari Ketua BPK Nomor 85/S/09/2010 mengenai penyampaian hasil pemeriksaan semester I periode 1 Januari hingga 30 Juni 2010 serta penyerahan laporan hasil pemeriksaan BPK. “Angka ini merupakan laporan hasil pemeriksaan BPK jika Bangka Belitung peringkat kedua dari 33 provinsi yang telah menindaklanjuti temuan BPK. Peringkat pertama Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 69,64 persen,” jelas Zulkomar. Diakuinya, penyelesaian atas temuan BPK tersebut memakan waktu lebih panjang karena berkaitan dengan peraturan gubernur, peraturan daerah serta peraturan pemerintah. Menurut Zulkomar, laporan keuangan pemerintah daerah yang bermasalah itu bukan bentuk kerugian negara, tetapi merupakan penggunaan dana yang belum dipertanggungjawabkan sehingga BPK memberikan rekomendasi atas laporan dana yang belum dapat dipertanggungjawabkan itu. “Dana ini disalurkan ke seluruh daerah maupun kota di Babel sehingga ada kendala dalam pengumpulan data. Hingga saat ini data masih terus dikumpulkan,” imbuh Zulkomar yang berharap tidak ada data dan informasi yang simpangsiur karena tidak ada konfirmasi dari pihak yang dituding. “Kami berharap kepada media untuk tidak menulis sesuatu hal yang tidak dikonfirmasi ke pihak yang bersangkutan sehingga data dan informasi yang disampaikan tidak simpang siur dan mengecohkan pembaca,” kata Zulkomar. Tak Etis Menyalahkan Media Tokoh pemuda Babel Fahrizan mengatakan apa yang diungkapkan Zulkomar tersebut kurang etis. Apalagi tingkatannya sudah eselon II. “Tidak etis kalau sekelas birokrat eselon II mengatakan seperti itu. Apalagi menyalahkan pemberitaan media massa. Apa yang ditulis di media itu datanya jelas dan ada sumbernya,” kata Fahrizan kepada Bangka Pos Group, Jumat (5/11) malam. Fahrizan juga menandaskan, sebagai pamong seharusnya mereka tahu betul kalau tersumbatnya peran aktif masyarakat dalam melakukan kontrol mengakibatkan penyakit akut bangsa (korupsi, red) akan tumbuh subur. “Uang yang saya tanyakan ini adalah uang rakyat Babel, bukannya uang Pak Zulkomar. Karena saya merupakan bagian dari masyarakat Babel, maka saya juga wajib untuk mengetahui kejelasannya,” tandas Fahrizan. “Memang betul pihak inspektorat sudah menindaklanjutinya, tetapi belum 100 persen selesai. Karena ini uang rakyat jadi harus diselesaikan, walaupun hanya satu rupiah pun,” tegasnya seraya mengimbau kepada pihak terkait, kalau mau berkembang agar tidak alergi menerima kritikan masyarakat. Seperti diberitakan Bangka Pos Group edisi Kamis (4/11), tokoh pemuda Babel Fahrizan mengungkap data berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) hasil pemeriksaan BPK RI bahwa sejumlah kasus dugaan kerugian daerah hingga saat ini belum ada tindak lanjutnya. Karena itu ia menilai dalam LHP yang bermasalah tersebut mengandung unsur korupsi sehingga harus ditindaklanjuti dan diselesaikan ke aparat hukum. Hal yang sama juga diungkapkan Ketua Permahi Babel, Zainul Arifin. Permahi mendesak agar temuan-temuan tersebut segera diselesaikan karena menyangkut uang negara dan uang rakyat. Jika memang ada dugaan tindakan pidana korupsi maka harus segera diproses hukum karena temuan tersebut terjadi berulang-ulang, bahkan terkesan tidak ada niat untuk menyelesaikannya. Atas laporan ini, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Babel Hindiyana berjanji akan mengecek dugaan kerugian daerah yang belum ditindaklanjuti sebagaimana dimuat dalam LKPD hasil pemeriksaan BPK RI. Hindiyana menegaskan saat ini penindakan kasus korupsi menjadi trend di sejumlah daerah di Babel, umumnya di Indonesia. Karena itu penindakan kasus korupsi menjadi perhatian serius jajaran Kejati Babel. (k12/j1)

Rabu, 12 Januari 2011

Sisi Ironis Pertambangan

Sisi Ironis Pertambangan Oleh: Singgih Widagdo Pertambangan masih menjadi primadona penggerak ekonomi Pulau Kalimantan. Aktivitas penambangan pola shovel dan truk, 24 jam berlangsung tanpa henti. Hutan sebagai sumber daya alam (SDA) yang vital untuk kehidupan justru dilupakan. Belum lagi bicara karbon, satu hektar hutan mampu menyerap karbon 200-350 ton. Memang ironis, aktivitas eksplorasi pertambangan sering kali berbenturan dengan konservasi SDA. Bicara soal Kalimantan, dalam hal kerusakan lingkungan, siapa yang harus bertanggung jawab? Keserakahan Pemanfaatan SDA untuk sekadar memenuhi kebutuhan hidup manusia, alam masih bersahabat. Namun, saat SDA dijadikan komoditas tanpa batas, alam punya jawaban sendiri. Saat ini, harga hasil tambang sebagai komoditas bergerak begitu fluktuatif. Bukan hanya atas perhitungan statistik penawaran dan permintaan, tetapi juga lebih pada permainan spekulan dalam pasar komoditas tambang. Tidak disadari pelaku penambangan, kondisi ini menyeret semua aktivitas pertambangan masuk ke ruang keserakahan. Sejak UU No 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan sampai diberlakukan otonomi daerah, izin kuasa penambangan (KP) hanya berjumlah 650-an. Akibat terbukanya kebijakan, diperkuat ekstrimnya harga komoditas pertambangan, jumlah KP kini hampir 8.000-an, di luar yang ilegal. Dulu, sebagian komoditas pertambangan, seperti batu bara, ditempatkan sebagai energi vital dan strategis sehingga pemerintah pusat terlibat. Kini, batu bara dinilai sekadar komoditas. Pada dasarnya, secara teknis, aktivitas pertambangan mustahil dapat dioperasikan pada luasan konsesi kecil. Ada batasan minimal untuk infrastruktur opera- si penambangan , khususnya untuk praktik penambangan yang baik. Saat luasan kecil dipaksakan operasi, mulailah terjadi kerusakan di sekitar areal tambang yang berpotensi merusak bentang alam. Pertambangan yang awalnya dibangun untuk meningkatkan kesejahteraan, sekarang terbalik akibat eksploitasi SDA yang sama sekali tak mengindahkan lingkungan. Kualitas lingkungan mengalami penurunan, bahkan menuju kehancuran. Berbeda dengan penambang skala kecil, penambang skala besar, pemilik kontrak karya (KK), dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) lebih mampu mengendalikan dampak kerusakan lingkungan. Sebetulnya, faktor manusia berperan penting karena rencana eksplorasi dan eksploitasi, sampai penutupan tambang, selalu diaudit pihak-pihak kompeten. Namun, meningkatnya jumlah KP tak dapat dihindarkan saat harga batu bara terus naik. Ini lebih diperparah oleh pemilihan kepala daerah secara langsung yang membutuhkan biaya besar. Muncul sikap pragmatis sebagian kepala daerah yang terpilih untuk mengejar keuntungan. Perhitungan tatanan unsur lingkungan diabaikan. Kegiatan investasi hanyalah jalan legal memperbesar pendapatan asli daerah, selain untuk keuntungan pribadi/kelompok. Daerahpun berlomba mencari alternatif penerimaan daerah. Bagi pemda memang tak mudah menemukan alternatif potensi daerah yang secara instan membawa hasil signifikan. Kekayaan alam yang ada di depan mata akhirnya memicu semaraknya izin tambang baru. Perilaku keserakahan ”raja kecil” tidak dapat dihindarkan, bahkan pemerintah pusat kehilangan kendali. Dukungan politis pemda, sikap abai terhadap ekosistem, kurangnya tenaga inspektur tambang, serta eksplorasi dan eks- ploitasi pertambangan mengakibatkan morfologi dan fisiologi berubah tanpa rencana, pencemaran sungai, pemotongan vegetasi serampangan, dan munculnya potensi erosi dan longsor. Optimalisasi SDA meleset. Dalam jangka panjang, selain masalah lingkungan, muncul pula masalah sosial, ekonomi, maupun budaya yang seolah jadi tanggung jawab ”raja kecil” berikutnya. Solusi ke depan Masalah Kalimantan akibat aktivitas pertambangan yang kurang terkontrol sudah sedemikian kompleks. Namun, upaya memperbaiki harus terus diperjuangkan. Solusinya, mustahil terselesaikan dengan keluarnya UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009, ataupun peraturan pemerintah yang sampai saat ini belum semuanya keluar. Saat ini perlu audit lingkungan tambang secara lebih menyeluruh, memperbesar jumlah inspektur tambang. Dari jumlah izin usaha pertambangan (IUP), bahkan perlu sekitar 1.000 inspektur tambang untuk lima tahun ke depan. Selain itu, pemerintah pusat ataupun daerah harus tegas, tanpa kompromi, mendorong penegakan hukum, terutama kepada pengusaha yang jelas-jelas merusak lingkungan. Berlakunya UU Minerba terbaru mengharuskan laporan izin KP, lokasi, kandungan, dan luasan agar wilayah pertambangan (WP) segera diselesaikan pemerintah pusat, berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Informasi WP, wilayah pertambangan negara (WPN), dan wilayah pertambangan rakyat harus secepatnya keluar sebagai masukan dalam tata ruang nasional. Pola lelang menjadi transparan. Di sini, good governance akan terwujud. Akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi masyarakat menjadi tiga prinsip penting. Ini lebih akan mempertegas untuk menilai legalitas suatu tambang sehingga tak ada lagi kompromi dan tawar menawar dalam urusan IUP. Akhirnya, dengan berkurangnya dampak kerusakan lingkungan, tujuan konservasi akan tercapai, kepentingan nasional dalam mencadangkan komoditas yang bernilai vital dan strategis dapat dikendalikan, khususnya untuk memenuhi kepentingan kebutuhan nasional, selain tentunya kepentingan politis atas WPN yang berada di wilayah perbatasan negara.

Menegakkan Politik Lingkungan

Menegakkan Politik Lingkungan Oleh: Eep Saefulloh Fatah Kecemasan adalah tema pokok berita utama Kompas kemarin (Senin, 24/9/2007). Laju perusakan hutan dan pesisir berjalan cepat, sementara laju rehabilitasinya tertatih-tatih terabaikan. Di tengah ancaman pemanasan global yang makin konkret, kita di Indonesia justru terus sibuk merusak lingkungan. Lingkungan hidup adalah isu mendasar yang terpinggirkan dalam simpang siur dan hiruk-pikuk isu politik permukaan. Benar, masa depan demokrasi perlu diperjuangkan dan program-program penyejahteraan sosial-ekonomi masyarakat perlu digalakkan. Namun, bisakah demokrasi dan kesejahteraan tegak di tengah punahnya daya topang ekologi? Jika jawabannya adalah tidak, lalu apa yang seyogianya kita lakukan? Izinkan saya masuk ke isu yang tak seksi tetapi sesungguhnya penting dan genting ini. Kesadaran kasip Lebih dari cukup alasan untuk mencemaskan kerusakan lingkungan sebagai persoalan pokok kita. Berbagai fakta dan data memilukan tentang kerusakan dan perusakan lingkungan dengan mudah kita deretkan. Beberapa bulan lalu Organisasi Pangan dan Pertanian melansir sebuah hasil riset yang menempatkan Indonesia sebagai perusak hutan tercepat di dunia. Laju kerusakan hutan kita, menurut data itu, adalah 2 persen atau 1,87 juta hektar per tahun. Dengan kata lain, 51 kilometer persegi hutan kita rusak setiap hari atau 300 kali lapangan sepak bola setiap jam! Sebuah gambar satelit menggambarkan perubahan Jakarta secara dramatis. Tahun 2010, permukaan air laut diestimasikan sudah makin merambah masuk ke daratan. Pada 2020, sebagian Bandara Soekarno-Hatta sudah mulai tergenangi air laut. Bahkan, pada 2050, permukaan air laut sudah mengancam kawasan Monumen Nasional di pusat Ibu Kota. Pemanasan global dan kenaikan permukaan air laut yang diakibatkannya adalah ancaman konkret yang tak bisa dihindari. Majalah Time (edisi 1 Oktober 2007) memperlihatkan, lapisan es di Kutub Utara menyusut lebih dari 20 persen dalam 25 tahun terakhir. Pencairan es ini akan terus berlangsung hingga tinggal sekitar 20 persen pada 2040. Saat itu Indonesia diestimasikan kehilangan lebih dari 2.000 pulaunya yang tenggelam. Fakta dan data bisa dibikin makin panjang. Namun, celakanya, sungguh sulit membuat kita tersadar akan ancaman kerusakan lingkungan beserta akibatnya itu. Umumnya kita memang punya kesadaran yang kasip—kesadaran yang datang secara terlambat. Bahkan, setelah berbagai pintu perubahan terbuka lebar sejak hampir 10 tahun lalu, kita tetap terlelap dan tak memanfaatkan untuk menaikkan kepedulian dan aksi penyelamatan lingkungan. Akibatnya, sukses demokratisasi secara politik dan prosedural justru secara ironis berbanding terbalik dengan sukses pengelolaan lingkungan. Namun, tak ada kata kasip untuk memperbaiki langkah. Pertobatan nasional Bagaimanapun, kerusakan lingkungan bukanlah buatan alam atau kiriman Tuhan. Kerusakan lingkungan adalah buah tangan kita sendiri. Strategi dan pendekatan pembangunan yang kita kelola pun akhirnya gagal memenuhi tiga kriteria mendasar dalam pengelolaan ekologi. Pertama, kita membiarkan pemanfaatan "sumber daya alam terbarukan" melebihi laju regenerasinya. Misalnya, hutan kita eksploitasi habis-habisan sambil mengabaikan rehabilitasi dan penghijauan kembali. Kedua, kita membiarkan laju penipisan "sumber daya tak terbarukan" sambil tak menimbang pengembangan sumber daya substitusinya. Dalam konteks inilah minyak bumi kita eksploitasi sambil alpa menyiapkan sumber energi alternatif jauh-jauh hari. Ketiga, kita membiarkan produksi limbah yang melebihi kemampuan asimilasi lingkungan. Sampah, misalnya, kita produksi tanpa menimbang kemampuan lingkungan menyerap dan mengasimilasikannya. Dengan kekeliruan mendasar dan struktural yang kita pelihara dalam rentang waktu yang lama, kerusakan lingkungan pun berjalan dalam deret ukur, sementara kemampuan kita memperbaiki kerusakan itu berjalan dalam deret hitung. Dalam kerangka ini, ancaman terhadap masa depan demokrasi dan peluang penyejahteraan sesungguhnya tidak datang dari kekeliruan strategi demokratisasi dan penyejahteraan itu. Ancaman terpokok datang dari sumber yang jauh lebih mendasar: kegagalan kita memelihara daya dukung ekologi bagi kelangsungan hidup umat manusia di atas permukaan Bumi. Benar bahwa setiap orang punya sumbangan atas kerusakan lingkungan sekaligus punya potensi untuk memberi kontribusi bagi perbaikannya. Benar bahwa pada level aksi sehari-hari setiap orang bisa memberi sumbangan melalui aktivitas yang amat bersahaja (menghemat penggunaan listrik, kertas, dan segala hal yang bahan bakunya dieksploitasi dari hutan, mengelola sampah rumah tangga dengan saksama, dan lain-lain). Namun, terlepas dari itu semua, perubahan pada level kebijakan dan penguatan kelembagaan lingkungan hidup (di pusat dan di daerah) sangat diperlukan sebagai fondasi bagi perubahan yang lebih bersifat struktural dan berdimensi jangka panjang. Tanpa atau dengan menjadi penyelenggara Konferensi Internasional tentang Perubahan Iklim (yang rencananya akan diadakan di Bali akhir tahun ini), pemerintah ditunggu untuk menegaskan bahwa mereka tak sekadar pidato dan mengimbau, tetapi benar-benar berbuat konkret. Sudah terlampau lama kita menunggu hal itu. Sebuah pertobatan nasional mutlak dibutuhkan. Di dalamnya, setiap orang melakukan pertobatannya sendiri-sendiri.

Selasa, 04 Januari 2011

Siapkan Hotel, Karaoke hingga Perempuan Untuk Melobi Anggota DPR !

Siapkan Hotel, Karaoke hingga Perempuan Untuk Melobi Anggota DPR ! MIRIS benar memperhatikan prilaku negatif anggota DPR. Fasilitas yang telah diberikan kepada mereka ternyata tidaklah mampu menjadi wakil rakyat yang diharapkan. Simaklah pengakuan mantan anggota DPR yang kini menjadi hakim konstitusi Mahfud MD. Dalam laporan kekayaan penyenyelenggaraan negara, Mahfud menceritakan pendapatan per bulan selama menjadi anggota DPR sebesar Rp 48 juta belum termasuk bantuan sewa rumah sebesar Rp 12 juta per bulan karena perumahan anggota DPR sedang direnovasi. Tentu jauh dari pendapatan masyarakat umum yang diwakilinya. Itupun, para wakil rakyat tetap sering mengeluhkan minimnya fasilitas yang mereka nikmati. Mereka tidak jarang meminta fasilitas tambahan, hingga pembelian mesin cuci. Ternyata semua fasilitas yang diberikan negara belumlah cukup, sehingga sebagian anggota DPR pun meminta ‘’fasilitas’’ tambahan kepada pihak lain. Seperti yang terungkap dari kasus suap yang melibatkan Sekretaris Kabupaten Bintan Azirwan dengan anggota Komisi IV dari Partai Persatuan Pembangunan Al Amin Nur Nasution. Azirwan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi beberapa waktu lalu mengungkapkan setidaknya sembilan kali dirinya keluar masuk hotel berbintang dan karaoke menjamu anggota DPR. Dia tidak hanya menjamu Al Amin, tetapi anggota Komisi IV lainnya. Sekali menjamu, dia harus merogoh kocek Rp 6 juta hingga Rp 9 juta. Tentu itu bukan uang pribadi, tetapi APBD kabupaten yang baru saja mengalami pemekaran. Bayangkan uang APBD digunakan bukan untuk kesejahteraan masyarakatnya, tetapi untuk menjamu anggota DPR yang merasa dirinya terhormat itu. Keheranan tersebut juga disampaikan ketua majelis hakim yang menyidangkan kasus Azirwan, Mansyurdin Chaniago. Dia berulangkali mempertanyakan mengapa APBD digunakan untuk hal tersebut. Dia juga mempertanyakan, mengapa pertemuan untuk pembahasan atau lobi dilakukan tidak di Gedung DPR tetapi justru di hotel berbintang atau di tempat karaoke. Dalam dakwaan jaksa penuntut umum, pertemuan antara Azirwan dengan anggota Komisi IV dilakukan setidaknya di ruang Karaoke Shanghai Hotel Borobudur, ruang KTV Emporium, Oak Room Hotel Nikko, dan Pub Mistere Hotel Ritz Charlton. Namun Azirwan mengaku tidak punya pilihan. Yang dilakukannya untuk memuluskan proses alih fungsi hutan lindung untuk pusat pemerintahan Kabupaten Bintan. Dia bahkan mengaku, pemberian fasilitas kepada anggota DPR tidak hanya berupa hotel berbintang dan tempat karaoke, tetapi berupa uang yang jumlahnya cukup besar. Dalam dakwaan jaksa, Azirwan menjanjikan uang sebesar Rp 2 miliar. Kemudian Al Amin mengatakan akan membicarkan hal tersebut kepada anggota Komisi IV yang lain. Tidak cukup dengan angka dua miliar, Al Amin minta ditambah menjadi Rp 3 miliar. Belum ditambah dana kunjungan kerja anggota DPR ke India sebesar Rp 100 juta. Padahal, menurut Mahfud, uang sisa kunjungan kerja ke luar negeri dipotong akomodasi dan biaya lainnya, setiap anggota dewan mengantongi bersih uang sebesar 7.500 dolar AS atau sekitar Rp 45 juta. Contoh gamblang tidak hanya digambarkan dalam kasus Al Amin, tetapi juga semua anggota DPR yang terlibat kasus korupsi yang kini tengah di proses di Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam kasus aliran dana Bank Indonesia ke sejumlah anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 juga terungkap, pembahasan dan lobi dilakukan di hotel berbintang. Seperti di sebuah restoran China di Hotel Hilton (sekarang Hotel Sultan). Tidak tanggung-tanggung, dana yang dikucurkan ke DPR sebesar Rp 31,5 miliar yang berasal dari Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) milik BI. Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua tersangka yang berasal dari DPR, Hamka Yandhu dan Anthony Zeidra Abidin keduanya politisi Partai Golkar. Selain berupa pelayanan hotel berbintang dan tempat karaoke berkelas, dalam kasus Al Amin pun terungkap dalam rekaman percakapan yang diputar di pengadilan tindak pidana korupsi beberapa waktu lalu bahwa dia juga minta ditemani seorang wanita cantik. Meski hal tersebut dibantah dengan tegas oleh Al Amin, secara terpisah Azirwan membenarkan rekaman percakapan tersebut merupakan suara dirinya dengan Al Amin Nur Nasution. (Mahendra Bungalan /Suara Merdeka)