Mekanisme penetapan ruang lingkup Wilayah Pertambangan sendiri diatur dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12, yaitu:
- Penetapan suatu willayah pertambangan harus dilakukan setelah berkoordinasi dengan DPR, pemerintah daerah, pendapat instansi terkait, dan masyarakat;
- Dilakukan melalui proses yang transparan, partisipatif, dan bertanggung jawab;
- Memerhatikan aspek sosial, budaya, ekonomi, ekologi, dan berwawasan lingkungan.
Jenis wilayah pertambangan di atur dalam Pasal 13, yaitu bahwa Wilayah Pertambangan, terdiri dari:
a. Wilayah Usaha Pertambangan (WUP);
b. Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR);
c. Wilayah Pertambangan Negara (WPN);
a. Wilayah Usaha Pertambangan (WUP);
b. Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR);
c. Wilayah Pertambangan Negara (WPN);
Batasan Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), adalah:
- Penetapan Wilayah Usaha Pertambangan merupakan kewenangan pemerintah, yang dalam pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada pemerintah provinsi;
- Satu WUP, dapat terdiri dari satu atau beberapa WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan);
- Dapat berada dalam satu wilayah provinsi atau lintas provinsi, atau satu wilayah kabupaten/kota atau lintas wilayah kabupaten/kota;
- Kriteria penetapan WIUP, harus mempertimbangkan:
a. Letak geografis;
b. Kaidah konservasi;
c. Daya dukung lingkungan;
d. Optimalisasi sumber daya mineral dan/atau batu bara;
e. Tingkat kepadatan penduduk.
Bentuk
akomodasi lain yang memberikan harapan kepada masyarakat setempat untuk
mengambil manfaat dari potensi bahan galian yang ada adalah adanya
ketentuan yang jelas tentang pertambangan rakyat, di mana masyarakat
setempat diperboiehkan untuk mengelola dan mengusahakan bahan galian
yang ada. Kesempatan masyarakat setempat dapat melakukan pengusahaan
bahan galian, tidak hanya terbatas sampai di situ, tetapi juga didukung
oleh aturan yang jelas, bahwa mereka berhak memperoleh bimbingan
teknis, manajemen, dan permodalan.
Adapun ruang lingkup atau batasan-batasan pertambangan rakyat adalah sebagai berikut:
- Izin pertambangan rakyat dikeluarkan oleh bupati/wali kota. Kewenangan tersebut, dalam pelaksanaannya dapat didelegasikan kepada camat;
- Mengusahakan endapan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau di antara tepi dan tepi sungai;
- Mengusahakan endapan mineral primer sampai dengan kedalaman maksimal 25 meter;
- Endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba;
- Luas wilayah maksimal 25 hektare;
- Atau wilayah yang telah diusahakan sebagai kegiatan tambang rakyat sekurang-kurangnya 15 tahun.
Hal
lain yang menarik dari undang-undang ini adalah, berkaitan dengan
penetapan nilai strategis bahan galian bukan pada jenis komoditas atau
bahan galiannya, tetap lebih berdasarkan pada kebutuhan dan kepentingan
strategis nasional. Yang dimaksud menyangkut kepentingan nasional dapat
dilihat dalam penjelasan Pasal 27 ayat (1), yaitu dimaksudkan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, ketahanan energi, dan industri
strategis nasional untuk meningkatkan daya saing nasional dalam
menghadapi tantangan global.
Selanjutnya
Pasal 28, mengatur tentang ketentuan WPN dapat dilakukan perubahan
menjadi WUPK, dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Pemenuhan bahan baku industri dan energi dalam negeri;
- Sumber devisa negara;
- Kondisi wilayah didasarkan pada keterbatasan sarana dan prasarana;
- Berpotensi untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi;
- Daya dukung lingkungan; dan/atau
- Penggunaan teknologi tinggi dan modal investasi yang besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar