Senin, 08 Agustus 2011

Warga Kelantan Malaysia di Denda Jika tidak Puasa

Warga Kelantan Malaysia di Denda Jika tidak Puasa

Malaysia memang bukan negara Islam. Negara yang berpenduduk sekitar 24 juta jiwa itu dikenal memiliki komunitas penduduk yang multietnis, seperti Melayu, Cina, India, dan Arab. Jumlah pemeluk Islam di negeri jiran ini lebih dari 50 persen. Walau bukan negara Islam, aturan syariat berlaku ketat di negeri ini. Salah satunya adalah untuk komunitas Muslim.
Contohnya saat bulan Ramadhan. Tahun 2007 silam, atas undangan dari Malaysia Tourism Board (MTB), Republika berkesem patan meliput kegiatan puasa di negeri itu selama tiga hari. Dalam perbincangan dengan sejumlah tokoh Muslim Malaysia, mereka menyatakan saat Ramadhan, umat Islam dilarang makan dan minum sembarangan.

Jika kaum Muslim kedapatan tidak berpuasa dan menyantap makanan di depan umum, mereka akan dikenakan sanksi atau denda oleh Mahkamah Syariah Malaysia, khususnya di Kota Baru, Negara Bagian Kelantan, Malaysia. Dendanya sebesar 20 ringgit Malaysia (RM) atau sekitar enam dolar AS. Dan, rumah makan yang menyedia kan makanan bagi mereka yang tidak berpuasa diwajibkan membayar denda sebesar 500 ringgit atau setara dengan Rp 1,3 juta.
Wilayah Kelantan yang berada dalam Pemerintahan Partai Islam (PAS) mulai menindak tegas kaum Muslim yang terang-terangan berbuka puasa di siang hari bulan Ramadhan.
Sebagaimana dikutip Straits Times, Pemerintahan Kelantan telah mengangkat puluhan petugas berseragam sipil yang bertanggung jawab mengawasi kedai-kedai dan rumah makan.
Azman Muhammad Dahim, juru bicara Pemerintahan Kota Baru, ibu kota negeri Kelantan, mengatakan langkah tersebut dilakukan agar umat Islam benarbenar melaksanakan ibadah dengan baik dan benar.
Peraturan ini merupakan hal ba ru yang dilakukan di Ke lantan. Ditegakkannya per atur an ini seba gai respons dari berbagai keluhan masyarakat yang tidak nyaman dengan adanya orang-orang yang terang-terangan berbuka puasa di siang hari Ramadhan.
Peraturan yang digalakkan Dewan Kota Praja Kota Baru (MPKB) ini menimbulkan pro dan kontra. Namun, peraturan ini mendapatkan dukungan imam masjid negara, Mohd Zuhairee Mohd Yatim, dan imam Masjid Jamek, Abdullah bin Awing. Demi ke taatan kepada syariat Islam, su dah selayaknya peraturan seper ti ini mendapat dukungan dari seluruh umat Islam, ujar Mohd Zuhairee.
Apalagi, lanjutnya, pemberlaku an sanksi atau denda itu supaya mereka benar-benar dapat melaksanakan ajaran agamanya dengan baik. Bagaimana bila peraturan serupa diberlakukan di Indonesia? Tampaknya layak untuk dikaji.
sumber : Republika

Tidak ada komentar: