Seputar Curhat SBY Tentang Boediono
Posted by K@barNet pada 20/05/2011
Jakarta – Dewan Penyelamat Negara (Depan) kembali menjalankan silaturahmi ke tokoh-tokoh nasional. Saat ini, Depan menemui mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra di kantor Yusril di kawasan Gatot Subroto, Jakarta, 11/5.
Hatta Taliwang, salah seorang personel
Depan, terlebih dahulu memperkenalkan personel Depan. Setelah itu,
mantan politisi PAN ini mengungkapkan tujuan dari pembentukan Depan.
Dalam penjelasannya, Depan dibentuk karena ada kekhawatiran negara ini
akan menjadi negara gagal. Karena, pemerintahan saat ini tidak memiliki
prestasi. Makanya, Depan ingin mengetahui secara langsung bagaimana
pendapat para tokoh yang dikunjungi, termasuk mengonfirmasi beberapa
isu yang berkaitan langsung dengan tokoh yang didatangi.
“Kita juga mau konfirmasi, kenapa
misalnya Romli sudah bebas, Yusril masih disandera (kasus Sisminbakum).
Yang lain, (soal) curhat SBY yang menanyakan ke Yusril bagaimana kalau
Boediono ditangkap (karena kasus Century), apakah SBY masih bisa
dilantik sebagai Presiden. Nah, kita mau konfimasi, itu kayak apa sih?”
ucap Hatta.
Sekadar
mengingatkan, Yusril ketika berbicara dalam sebuah diskusi yang digelar
Petisi 28 di Doekoen Caffe, 8 Juli 2010, mengaku bahwa Presiden SBY
pernah menyampaikan kekhawatirannya bila Boediono yang bersama dirinya
sudah memenangkan pemilihan presiden/wakil presiden ditangkap sebelum
pelantikan. Pertanyaan itu disampaikan SBY kepada Yusril yang
dipanggilnya pada suatu hari di bulan Ramadhan tahun itu.
Sebelum menemui Yusril, Depan telah
menemui deretan tokoh nasional lain seperti Din Syamsuddin, Hasyim
Muzadi, Jusuf Kalla, Aburizal Bakrie, Prabowo Subianto, Wiranto, Syafii
Maarif, Solahudin Wahid, dan Antasari Azhar. Rakyat Merdeka
Repost: Pengakuan Yusril Ihza Mahendra
….Dalam pertemuan itu, SBY bertanya kepada Yusril, apa yang akan terjadi bila Boediono ditangkap: apakah SBY dan Boediono tetap bisa dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Atau, apakah hanya SBY yang akan dilantik…..
Penegak hukum dan PPATK harus mengusut kembali data penerima bailout bank Century yang pernah disampaikan Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera).
Ini merupakan efek domino yang terjadi
karena mantan Menkum HAM, Yusril Ihza Mahendra mengeluarkan statemen
bahwa “Istana” memiliki keterkaitan dengan kasus Century.
“PPATK harus membuka rekening yang sempat diungkap Bendera, jangan sampai kita penjarakan mereka,” ujar mantan anggota Pansus Century, Bambang Soesatyo, Senin (12/7).
Sebelumnya, (Senin, 30 November 2009),
Bendera dan beberapa aktivis dari Jakarta, Bandung, dan Bogor membuka
data aliran dana Century. Dalam data yang diungkap, disebutkan bahwa
sebesar Rp 1,8 triliun
dana Century mengalir ke Partai Demokrat dan Tim Sukses SBY-Boediono
dalam Pilpres 2009. Dibeberkan, dana yang mengalir ke KPU sebesar Rp
200 miliar, LSI Rp 50 miliar, Partai Demokrat 700 miliar, Edhi Baskoro
Yudhoyono 500 miliar, Hatta Radjasa 10 miliar, Djoko Suyanto 10 miliar,
Andi Mallarangeng, Rizal Mallarangeng, Choel Mallarangeng,
masing-masing Rp 10 miliar, Fox Indonesia 200 miliar, dan Hartati
Murdaya Rp 100 miliar.
Peran Istana Dibalik Megaskandal Century bukan Barang Baru
Eksponen Pansus Centurygate
juga telah mencium keterlibatan atau setidaknya pengetahuan Presiden
SBY tentang megaskandal dana talangan Bank Century. Demikian
disampaikan Bambang Soesatyo ketika dimintai pendapatnya mengenai
pernyataan Yusril yang mengetahui keterlibatan Istana dalam kasus ini.
“Sejak awal, kami sudah
mengendus keterlibatan istana dalam kasus Century. Kalau Yusril membuka
hal ini, maka akan lebih menguatkan lagi opini tersebut,” lanjutnya, Senin (12/7). Namun demikian, Bamsoet menekankan agar Yusril jangan hanya bicara untuk menaikkan nilai tawarnya.
“Ungkapkan
itu, termasuk ke KPK, Komisi III dan timwas Century. Maka harus
diungkap. Jangan hanya memandang pernyataan ini sebagai gertak sambal
dan politik dagang sapi, sehingga bisa menukar perkara yang ia hadapi,”
lanjut pria yang juga anggota Komisi III DPR .
Mantan Menkum HAM, Yusril Ihza
Mahendra baru-baru ini mengatakan ia dimintai pendapat oleh SBY usai
Pilpres 2009. SBY bertanya kepada Yusril sebagai pakar hukum tatanegara
tentang apakah yang akan terjadi bila Boediono ditangkap. Ketika itu SBY dan Boediono menunggu pelantikan keduanya sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
SBY Pernah Konsultasi bila Boediono Ditangkap
Kartu yang dipegang Yusril Ihza Mahendra belum habis.
Mantan Menteri Sekretaris Negara di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II
itu hari Kamis lalu (8/7) didapuk berbicara dalam sebuah diskusi
bertema “Menguji Kepemimpinan Presiden SBY dalam Memimpin Pemberantasan
Korupsi dan Mafia Hukum” di Doekoen Coffee, kawasan Pancoran. Dalam
kesempatan itulah, Yusril memperlihatkan kartu lain yang dimilikinya.
Menurut Yusril, usai Pilpres 2009 setelah pasangan SBY dan Boediono keluar sebagai pemenang, dirinya pernah dipanggil SBY. Dalam pertemuan itu, SBY bertanya kepada Yusril, apa yang akan terjadi bila Boediono ditangkap: apakah SBY dan Boediono tetap bisa dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Atau, apakah hanya SBY yang akan dilantik.
Menjawab pertanyaan ini, Yusril mengatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden harus dilantik dalam satu paket.
Yusril lantas menyarankan strategi “ulur waktu” sampai SBY dan Boediono dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Setelah menjadi Wakil Presiden dengan sendirinya Boediono akan memiliki kekebalan hukum.
Petisi 28 yang menyelenggarakan diskusi itu sedang dalam tahap mentranskrip pernyataan Yusril itu.
“Sebetulnya, soal konsultasi
SBY itu baru satu hal. Ada hal-hal lain yang perlu diketahu publik.
Kami sedang mentranskrip pembicaraan Yusril,” kata Koordinator Petisi 28 Haris Rusly.
Yusril ditetapkan Jaksa Agung Hendarman
Supandji sebagai tersangka kasus Sisminbakum. Kecewa dengan penetapan
itu, Yusril mempersoalkan jabatan Hendarman yang katanya ilegal. Dia
juga mempersoalkan mengapa kebijakannya diadili, sementara kebijakan
dalam kasus dana talangan Bank Century tidak.
Banyak kalangan yang menilai Boediono sebagai pihak yang paling bertanggung jawab di balik keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menggelontorkan dana talangan untuk Bank Century. Ketika keputusan itu diambil Boediono adalah Gubernur BI. Dialah menyarankan bailout yang membengkak hingga Rp 6,7 triliun itu.
Banyak kalangan yang menilai Boediono sebagai pihak yang paling bertanggung jawab di balik keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menggelontorkan dana talangan untuk Bank Century. Ketika keputusan itu diambil Boediono adalah Gubernur BI. Dialah menyarankan bailout yang membengkak hingga Rp 6,7 triliun itu.
Skandal Century, dulu (Maaf) Kerbau sekarang (Maaf) Babi
Banyak yang mengkhawatirkan
megaskandal dana talangan sebesar Rp 6,7 triliun untuk Bank Century
akan berakhir begitu saja, diterbangkan angin atau menguap ke angkasa.
Kekhawatiran yang masuk akal, terlebih
bila kita memperhatikan bagaimana aparat penegak hukum memperlakukan
kasus yang sebetulnya terang benderang dan ceto welo-welo ini. Perlu
diingatkan kembali, kasus ini melibatkan pejabat tinggi negara,
terutama, yang sempat menjadi sorotan selama berbulan-bulan, mantan
Gubernur BI Boediono, dan mantan Kepala Komite Stabilitas Sistem
Keuangan dan mantan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), atas
permintaan DPR periode 2004-2009, menjadi pihak yang pertama kali
menyelidiki kasus ini. Dalam progress report tanggal 26 September 2009, BPK mengatakan bahwa keputusan KSSK menggelontorkan dana talangan atau bailout untuk Bank Century dalam rapat dinihari 21 November 2008 itu berpotensi melanggar sejumlah aturan hukum dan perundangan.
Dua bulan kemudian, persisnya tanggal
20 November 2009, penyelidikan BPK selesai dilakukan. Senin pagi, 23
November 2009, laporan itu diserahkan kepada DPR dan menjelang petang
di hari yang sama diserahkan kepada Presiden SBY yang menyambut dengan
gembira.
Malam sebelumnya, Minggu, 22 November
2009, di depan pimpinan redaksi sejumlah media massa nasional Presiden
SBY menegaskan bahwa dirinya setuju bila skandal dana talangan itu
dibuka seterang-terangnya. SBY ketika itu malah memberikan arahan yang
jelas lagi tegas mengenai wilayah tanggung jawab dalam kasus ini.
Menurut SBY, ada yang merupakan tanggung jawab BI, Departemen Keuangan
dan manajemen Bank Century. SBY juga mengatakan, siapapun yang bersalah
dalam kasus ini harus menerima sanksi dan hukuman seadil-adilnya.
Seperti telah sama diketahui, final report BPK
itu kembali menegaskan bahwa sejumlah pejabat tinggi negara, khususnya
mantan Gubernur BI dan mantan Ketua KSSK yang juga mantan Menteri
Keuangan, berpotensi melanggar sejumlah aturan hukum ketika memutuskan
pengucuran dana talangan itu.
Adalah Boediono, ketika itu Gubernur
BI, yang meminta agar KSSK menetapkan Bank Century sebagai “Bank Gagal
yang Berdampak Sistemik” dan mengucurkan dana talangan sebesar Rp 632
miliar untuk menaikkan rasio kecukupan modal (CAR) bank itu menjadi
positif 8 persen. Sebelum menyampaikan usul ini, Boediono dalam Rapat
Dewan Gubernur (RDG) BI yang digelar beberapa jam sebelumnya telah
lebih dahulu menetapkan Bank Century sebagai “Bank Gagal yang
Ditengarai Berdampak Sistemik”.
Usul Boediono ini awalnya disampaikan
dalam rapat konsultasi yang digelar sebelum Rapat KSSK. Rapat
konsultasi yang seperti Rapat KSSK juga digelar di Gedung Djuanda,
Kementerian Keuangan, di Jakarta Pusat, dihadiri sejumlah pejabat
otoritas keuangan dan moneter Indonesia, serta tokoh lain yang dianggap
memiliki kaitan dengan keputusan yang akan diambil KSSK. Usul yang
disampaikan Boediono ini awalnya ditentang oleh peserta rapat
konsultasi. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Anggito Abimanyu,
misalnya, menyebut penjelasan Boediono mengenai keadaan Bank Century
lebih bersifat analisa dampak psikologis.
Menteri Keuangan Sri Mulyani pun
awalnya sempat memberikan sinyal ia meragukan analisa Boediono. Tetapi,
pada akhirnya dalam Rapat KSSK yang hanay dihadiri oleh dirinya dan
Boediono, Sri Mulyani pun memutuskan menerima usul Boediono itu.
Belakangan, seperti sama diketahui, dana yang dikucurkan pemerintah
dengan menggunakan uang Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) membengkak
mencapai Rp 6,7 triliun.
Dari BPK, kini bola bergulir ke DPR
yang dengan segera membentuk Panitia Khusus (Pansus). Bekerja selama
tiga bulan, pada awal Maret 2010 DPR mempertegas semua hasil temuan
BPK: pengucuran dana talangan itu melanggar sejumlah peraturan hukum
dan perundangan, serta pejabat yang terlibat di baliknya, termasuk
Boediono dan Sri Mulyani, harus diadili lewat proses hukum.
Sampai situ, upaya membongkar kejahatan
di balik bailout Bank Century bisa dikatakan mati suri. Presiden SBY
yang awalnya mendukung upaya untuk membuka skandal ini seterang
mungkin, kini mengubah sikap. Ia memasang badan dan menyudutkan hasil
kerja DPR. Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diharapkan publik
segera mengambil alih kasus ini pun mendadak memble. Sampai tulisan ini
diturunkan, walau mengetahui pasti hasil penyelidikan BPK dan DPR, KPK
mengaku masih belum menemukan indikasi korupsi. Sementara Kejaksaan
Agung mengaku belum menemukan indikasi kerugian keuangan negara. Adapun
Polri, sikapnya kurang lebih sama.
“Memang benar sektor moneter merupakan
kekuatan politik tertinggi di Indonesia,” begitu kata aktivis
antikorupsi Adhie Massardi saat diwawancarai Nicole Andres. PhD
Candidate dari Murdoch University, Australia.
“Semakin besar kita merampok uang negara, contohnya dalam kasus Bank Century senilai Rp 6,7 triliun, semakin takut aparat hukum menangkap kita,” sambungnya miris.
Adhie tidak sendirian. Bersama dirinya,
penulis yakin, tak terhitung jumlah warganegara Indonesia yang kecewa
melihat kinerja aparat hukum dalam menghadapi skandal Bank Century.
Publik juga curiga ada indikasi kuat skandal dana talangan itu hendak
ditutup-tutupi dengan memanfaatkan sejumlah kasus ecek-ecek yang
belakangan muncul dan membesar. Sebut saja kasus video hubungan seks
artis bernama panggung Ariel Peterpan dengan teman wanitanya, Luna Maya
dan Cut Tari, sampai kasus gambar celengan babi yang menghiasi sampul
majalah Tempo edisi awal pekan ini.
Usai
upacara HUT ke-64 Polri kemarin, Kapolri Jenderal Bambang Hendarso
Danuri mengatakan pihaknya merasa tersinggung dengan gambar celengan
babi itu. Bayangkan, Jenderal BHD lebih peduli pada gambar celengan
babi yang sebenarnya lebih bermakna ilustratif daripada materi laporan Tempo tentang dana tidak wajar yang singgah di rekening sejumlah jenderal polisi.
Tetapi, bukan baru kali ini
hewan dibawa ke ranah hukum. Bulan Februari lalu, Presiden SBY pun
sempat tersinggung oleh kerbau yang dibawa demonstran dalam aksi di
depan Istana Merdeka. Seperti pimpinan Kapolri kini, ketika itu
Presiden SBY tampaknya lebih peduli pada sang kerbau daripada
keluhan-keluhan yang disampaikan warga negara kepada pemimpinnya.
Entahlah, gejala apa ini.
Tetapi yang jelas, untuk sementara
penulis menganggap ucapan Adhie ada benarnya: semakin besar uang negara
yang Anda rampok, maka semakin kuat posisi Anda di negara ini. Akan ada
begitu banyak cara untuk menutupi kejahatan Anda, akan ada banyak isu
untuk mengalihkan perhatian masyarakat pada persoalan yang ecek-ecek
tadi, misalnya, (maaf) kerbau dan (maaf) babi.
“MATI SATU MATI SEMUA”
JAKARTA
– Yusril Ihza Mahendra, mantan menteri hukum dan HAM dan mantan menteri
sekretaris negara, terpancing amarahnya sehingga terusik dengan
Kejaksaan Agung. Ikrar ‘mati satu mati semua’ mulai disuarakannya
dengan menegaskan dirinya akan menyeret Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dalam kasus Sisminbakum dan Bank Century.
Medan pertempuran kasus Sisminbakum yang dituduhkan pada dirinya mulai melebar ke SBY. “Bukan saja saya bisa tarik Presiden ke dalam kasus Sisminbakum, tapi akan melebar ke kasus Century. Ini yang paling ditakuti SBY,” tegas Yusril, hari ini di Jakarta.
Medan pertempuran kasus Sisminbakum yang dituduhkan pada dirinya mulai melebar ke SBY. “Bukan saja saya bisa tarik Presiden ke dalam kasus Sisminbakum, tapi akan melebar ke kasus Century. Ini yang paling ditakuti SBY,” tegas Yusril, hari ini di Jakarta.
Kata Yusril, Kejaksaan Agung tidak
sepenuhnya faham bahwa kasus Sisminbakum memiliki keterkaitan dengan
berbagai kasus lain yang ada saat ini, termasuk yang bisa menyeret SBY
secara hukum. “Anda bisa lacak TPI itu perebutan antara siapa dengan
siapa. Jaksa Agung bertindak sangat ceroboh menjadikan saya tersangka,”
kecam Yusril.
Ikrar ‘mati satu mati semua’
akan dibuktikannya. “Kejaksaan (Agung) akan terima resiko didamprat
Presiden SBY karena ulahnya sendiri,” tegasnya.
Sementara itu, analis hukum dari
Universitas Medan Area (UMA), Zamzami Umar, menyatakan hal yang serupa
dengan Yusril. Dikatakannya, akar mula permasalahan ini memang berasal
dari Presiden SBY sendiri. “Mengapa sewaktu pelantikan saat itu tidak
diumumkan, lalu ketika sudah ribut saat ini, SBY tutup mulut, harusnya
segera turun tangan jelaskan hal yang sebenarnya,” kata Zamzami.
Diterangkannya, dalam sepanjang sejarah
pengangkatan kabinet, semua presiden menetapkan jaksa agung yang
disejajarkan dengan setingkat menteri. Bahkan di kabinet pemerintahan
SBY yang pertama juga ditetapkan.
Atas hal tersebut, ketua program studi
di UMA ini berpendapat, sebaiknya Presiden menyampaikan kondisi yang
sebenarnya. Bila pun terjadi kekeliruan, dikatakannya Presiden tidak
disalahkan bila minta maaf. “Lazim saja seorang presiden minta maaf,
karena tidak ada salahnya. Hal tersebut bukan pekerjaan buruk namun
pekerjaan yang mulia. Dan memberi maaf jauh lebih mulia,” sebutnya.
Selain itu, kata Zamzami, dengan
keterangan tersebut, pihak pemerintahan baik sekretariat negara maupun
kejaksaan bisa menjadi hal ini pengalaman agar tidak melakukan
kesalahan serupa dikemudian hari. “Jika memang harus dikeluarkan atau
dikorbankan atas kesalahannya itu tidak jadi masalah, demi menegakkan
kebenaran,” pungkasnya. WASPADA
Janji Yusril Bongkar Rahasia Century
Yusril Ihza Mahendra belum mau
mengungkap rahasia skandal Bank Century yang ia ketahui. Mantan
Mensesneg itu berjanji akan membongkar rahasia Century jika kasus
Sisminbakum yang melilitnya selesai.
“Oke, tapi Sisminbakum selesaikan
dulu,” kata Yusril, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (16/7/2010).
Yusril mengatakan itu saat ditanya wartawan soal kesediaannya jika
dipanngil Tim Pengawas DPR tentang kasus Bank Century.
Yusril mengaku tahu banyak hal tentang rahasia kasus Century yang belum diungkap Pansus Angket. “Suatu
saat juga akan saya buka. Itu salahnya Pansus dulu kenapa tidak
memanggil Saya dulu. Kalau dipanggil akan Saya buka semua,” kata dia.
Ia menambahkan, usai kasus Century
kasus apapun akan diangkat untuk mengalihkan kasus yang menyedot uang
negara Rp 6,7 T itu. Tak terkecuali kasus Sisminbakum yang kini
menjerat Yusril sebagai tersangka. “Saya menganalisis, pasca-Century
apapun akan di-blow up untuk mengalihkan perhatian orang,” kata dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar