Artinya,
dengan aturan yang telah ada, pengelolaan dan pengusahaan pertambangan
ke depan, seharusnya mampu mendorong pengembangan sebuah wilayah dan
setelah berhentinya kegiatan usaha pertambangan, wilayah tersebut tetap
eksis, karena relatif telah dipersiapkan melalui konsep atau rancangan
kegiatan pasca tambang.
Meski
dalam undang-undang disebutkan, bahwa penetapan sebuah WP merupakan
bagian dari tata ruang nasional, dalam praktik, sesungguhnya terbalik.
Kalau mellhat semangat undang-undang ini, kita dapat menarik benang
merah, bahwa secara yuridis UU ini mengemban amanah untuk pengelolaan
dan pengusahaan bahan galian ke depan, harus mampu menggerakkan
kegiatan ekonomi, melakukan pembinaan dan pemberdayaan rakyat seternpat
dan penyiapan kegiatan pascatambang. Artinya, penetapan tata ruang
nasional harus berangkat dari potensi daerah dan/atau wilayah, yang
kemudian dibuat suatu rancangan tata ruang terintegrasi antara satu
wilayah dengan wilayah, iainnya yang secara ekonomis tidak sama
potensinya antara wilayah satu dengan lainnya.
Semangat
pengelolaan dan pengusahaan bahan galian dalam undang-undang baru ini,
merupakan konsep ideal pengelolaan dan pengusahaan bahan galian ke
depan. Memang bukan sesuatu hal yang mudah, mewujudkan semangat dan
cita-cita ini, di tengah-tengah kondisi pemerintahan yang terkadang
masih mengedepankan ego sektoral masing-masing kementeriannya. Tetapi,
melalui wadah Musrenbangnas, kendala itu seharusnya dapat teratasi,
dengan berangkat dari niat yang sama, melalui koordinasi Bappenas,
rasanya kementerian teknis (ESDM) sebagai leading sektor dan
kementerian terkait lainnya, kita percaya pasti mempunyai kesadaran
tinggi dan berpikir jauh ke depan untuk berbuat yang terbaik bagi
bangsa dan negara ini, dengan cara duduk bersama untuk merancang sebuah
konsep pengelolaan dan pengusahaan bahan galian terintegrasi dengan
pengembangan wilayah dan pembangunan jangka panjang.
Menyadari
peran strategik data potensi daerah, dalam kerangka penyusunan tata
ruang nasional, maka penyiapan data potensi bahan galian secara akurat,
aktual, dan benar, menjadi sebuah kebutuhan mendesak. Melalui data
potensi bahan galian, akan menentukan rancangan pengembangan
wilayah-wilayah tersebut untuk jangka panjang. Artinya, jangan sampai
penetapan tata ruang bukan berangkat dari basis data potensi
wilayah/daerah yang bersangkutan, sehingga pada giliran di kemudian
hari ternyata pada lahan yang diperuntukkan bagi kepentingan lain
ditemukan potensi bahan galian, maka akan timbul permasalahan. Misalnya
dalam tata ruang telah ditetapkan menjadi wilayah pemukiman dan
perumahan penduduk, atau bahkan telah menjadi pusat pemerintahan,
keramaian, dan lain-lain.
Kenyataan
ini, sering ditemukan pada masa lalu, sehingga muncul persoalan terjadi
tumpang tindih dan/ atau pelanggaran peruntukan kawasan yang sebelumnya
telah ditetapkan untuk satu peruntukan dengan mudah dilanggar
peruntukannya dengan peruntukan yang lain. Sehingga tidak jarang
menimbulkan persoalan yang krusiai, selain sering berakibat pada
rusaknya lingkungan hidup.
1 komentar:
Mantap. yang jadi masalah untuk penetapan wilayah tu memang tidqak gampang krn di situ bermain siapa yang menguasai data tersebut jadi pemilik dari potensi tambang itu. sudah jadi nasib bagi rakyat indonesia yang kebijakan negara selalu bermuara sistim kapitalis.
Posting Komentar