Kamis, 18 Agustus 2011

Pengelolaan dan Pengusahaan Bahan Galian

UU No. 4 Tahun 2009, dari sisi muatan mengalami perubahan yang cukup mendasar, termasuk di dalamnya dalam pelaksanaan pengelolaan bahan galian. Perubahan mendasar dimaksud berkaitan dengan sistem pengelolaan bahan galian yang mulai ditata dari awal, yaitu dilakukan sejak penetapan sebuah kawasan menjadi wilayah pertambangan dirancang sedemikian rupa dan terintegrasi dengan pengembangan wilayah secara nasional.
Artinya, dengan aturan yang telah ada, pengelolaan dan pengusahaan pertambangan ke depan, seharusnya mampu mendorong pengembangan sebuah wilayah dan setelah berhentinya kegiatan usaha pertambangan, wilayah tersebut tetap eksis, karena relatif telah dipersiapkan melalui konsep atau rancangan kegiatan pasca tambang.
Meski dalam undang-undang disebutkan, bahwa penetapan sebuah WP merupakan bagian dari tata ruang nasional, dalam praktik, sesungguhnya terbalik. Kalau mellhat semangat undang-undang ini, kita dapat menarik benang merah, bahwa secara yuridis UU ini mengemban amanah untuk pengelolaan dan pengusahaan bahan galian ke depan, harus mampu menggerakkan kegiatan ekonomi, melakukan pembinaan dan pemberdayaan rakyat seternpat dan penyiapan kegiatan pascatambang. Artinya, penetapan tata ruang nasional harus berangkat dari potensi daerah dan/atau wilayah, yang kemudian dibuat suatu rancangan tata ruang terintegrasi antara satu wilayah dengan wilayah, iainnya yang secara ekonomis tidak sama potensinya antara wilayah satu dengan lainnya.
Semangat pengelolaan dan pengusahaan bahan galian dalam undang-undang baru ini, merupakan konsep ideal pengelolaan dan pengusahaan bahan galian ke depan. Memang bukan sesuatu hal yang mudah, mewujudkan semangat dan cita-cita ini, di tengah-tengah kondisi pemerintahan yang terkadang masih mengedepankan ego sektoral masing-masing kementeriannya. Tetapi, melalui wadah Musrenbangnas, kendala itu seharusnya dapat teratasi, dengan berangkat dari niat yang sama, melalui koordinasi Bappenas, rasanya kementerian teknis (ESDM) sebagai leading sektor dan kementerian terkait lainnya, kita percaya pasti mempunyai kesadaran tinggi dan berpikir jauh ke depan untuk berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara ini, dengan cara duduk bersama untuk merancang sebuah konsep pengelolaan dan pengusahaan bahan galian terintegrasi dengan pengembangan wilayah dan pembangunan jangka panjang.
Menyadari peran strategik data potensi daerah, dalam kerangka penyusunan tata ruang nasional, maka penyiapan data potensi bahan galian secara akurat, aktual, dan benar, menjadi sebuah kebutuhan mendesak. Melalui data potensi bahan galian, akan menentukan rancangan pengembangan wilayah-wilayah tersebut untuk jangka panjang. Artinya, jangan sampai penetapan tata ruang bukan berangkat dari basis data potensi wilayah/daerah yang bersangkutan, sehingga pada giliran di kemudian hari ternyata pada lahan yang diperuntukkan bagi kepentingan lain ditemukan potensi bahan galian, maka akan timbul permasalahan. Misalnya dalam tata ruang telah ditetapkan menjadi wilayah pemukiman dan perumahan penduduk, atau bahkan telah menjadi pusat pemerintahan, keramaian, dan lain-lain.
Kenyataan ini, sering ditemukan pada masa lalu, sehingga muncul persoalan terjadi tumpang tindih dan/ atau pelanggaran peruntukan kawasan yang sebelumnya telah ditetapkan untuk satu peruntukan dengan mudah dilanggar peruntukannya dengan peruntukan yang lain. Sehingga tidak jarang menimbulkan persoalan yang krusiai, selain sering berakibat pada rusaknya lingkungan hidup.

1 komentar:

ramadhan mengatakan...

Mantap. yang jadi masalah untuk penetapan wilayah tu memang tidqak gampang krn di situ bermain siapa yang menguasai data tersebut jadi pemilik dari potensi tambang itu. sudah jadi nasib bagi rakyat indonesia yang kebijakan negara selalu bermuara sistim kapitalis.