Rabu, 10 Agustus 2011

Nilai-Nilai Kepemimpinan dan Peran Pemimpin Aparatur Pemerintah

Oleh Dian Kurnia
Amanat atau tanggungjawab adalah suatu bentuk keharusan yang dimiliki oleh makhluk yang bernama manusia. Allah SWT menjadikan manusia di muka bumi ini lengkap dengan amanat dan tanggungjawab yang harus dipikulnya, yakni sebagai khalifatu fil ardhi. Hal ini sesuai dan sejalan dengan firman-Nya yang termaktub dalam Al-Qur’an al-Karimyang berbunyi:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka (malaikat) menjawab, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (Q.S. Al-Baqarah, ayat 30)
Khalifah atau pemimpin dalam konsep kemanusiaan adalah sebuah konsep yang bersifat multiarti. Kita sering menyebutnya dengan istilah pimpinan. Dalam skala kecil, kita menggunakan konsep pemimpin dalam arti memimpin diri sendiri. Setiap gerak, tindak tanduk, pola tingkah laku yang kita lakukan adalah merupakan komando diri kita sendiri sehingga ada pernyataan yang menyatakan bahwa setiap insan (pribadi) adalah pemimpin bagi diri mereka masing-masing.
Dalam konteks kenegaraan, konsep pemimpin selalu diidentikan dengan jabatan presiden misalnya, anggota DPR/MPR, dan jabatan tinggi Negara lainnya. Pemimpin dalam artian ini adalah mereka yang memiliki tanggungjawab memimpin atas apa yang menjadi amanat tanggungannya. Masyarakat sebagai amanat tanggungjawab bagi presiden (baca: pemimpin) harus diporsikan secara adil dan bijaksana. Dalam sebuah hadits telah disebutkan: “Apabila amanat disia-siakan, maka tunggulah saat kehancurannya. Salah seorang sahabat bertanya: “Bagaimanakah menyia-nyiakan amanat hai Rasulullah?” Rasulullah SAW menjawab: “Apabila amanat diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya.” (HR. Bukhari)
Berdasarkan hadits di atas, dapat disimpulkan bahwa salah satu pertanda akan datangnya hari kiamat (baca: kehancuran), yaitu apabila amanat dan tanggungjawab diserahkan bukan kepada ahlinya. Manusia dalam realitasnya sebagai insan sosial, memiliki kemampuan dan pengalaman yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Idealnya, seorang pemimpin haruslah mereka atau orang yang ahli pada bidang yang sedang ia pimpin. Apabila seorang pemimpin bukanlah ahli pada bidang yang ia pimpin, maka kita tinggal menunggu akan kehancurannya. Pekerjaan yang ia pimpin akan hancur dan berantakan begitu saja.
Konteks pemimpin di Indonesia sangatlah beragam. Manajemen pemerintahan dalam latar historis atau latar belakang sejarah bangsa, sarat akan budaya KKN dan malpraktek kekuasaan lainnya. Inilah yang disebut dengan menyia-nyiakan amanat sebagaimana telah disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Iman Bukhori di atas. Selanjutnya, kita bisa melihat dan mengamati realitas bangsa kita sekarang yang sedemikian kompleks dan beragamnya akan kebobrokan sistem sosial dalam masyarakat. Mungkin ini adalah akibat atau dampak langsung dari tidak professionalnya seorang pemimpin di Negara kita Indonesia. Semua permasalahan yang sedang kita hadapi saat ini begitu kompleks dalam setiap dimensi kehidupan masyarakat.  Aspek ekonomi masyarakat menjadi semakin tidak memberikan dampak sejahtera, yang ada hanya sebuah kekacauan yang semakin menjadi-jadi. Aspek kepercayaan atau religi masyarakat yang semakin dihiasi oleh gerakan sempalan yang membudaya. Aspek integritas kekuasaan seorang pemimpin yang telah dihiasi juga oleh budaya mark up dan money politik. Belum lagi permasalahan korupsi para pejabat tinggi Negara yang saat ini telah menjadi berita hangat di setiap media informasi pada halaman depannya. Kriminalisai yang terdapat dalam lingkungan aparat kepolisian (POLRI) dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang seharusnya menjadi lembaga yang menghukum para mafia bukan malah sebaliknya , serta mafia hukum yang telah mempermainkan hukum di Indonesia dengan uang yang mereka miliki disetiap bank. Kasus Bank Century yang menyeret pejabat tinggi setingkat wakil presiden Boediono dan manta Menkeu RI Sri Mulyani, dan masih banyak lagi permasalahan-permasalahan bangsa Indonesia yang hingga saat ini masih menyisakan duka mendalam bagi para founding fathers Negara ini. Mungkin saja apabila para pendiri bangsa ini hidup kembali, mereka akan menuntut dan  mempertanyakan akan amanat konstutusi yang termaktub dalam UUD ’45. Budaya negeri kita yang konon terkenal akan keramahan dan keluhuran budi pekertinya, saat ini telah dikotori oleh para mafia hukum yang berkeliaran secara bebas di negeri ini.
Merupakan perjalanan sejarah bangsa yang panjang bila kita mengkaji dan memahami sejarah bangsa Indonesia. Mundur dan majunya bangsa ini adalah ditentukan oleh manajemen pemerintah dalam mengelola bangsa ini. Presiden pertama RI, Ir. Soekarno pernah berkata: “JAS MERAH (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah)”. Mungkin akan menjadi modal yang berarti bila diimplementasikan oleh para penerus bangsa. Pernyataan Ir. Soekarno tersebut sejalan dengan prinsip pokok ajaran Islam sebagai Agama mayoritas bangsa Indonesia, yang menghendaki umatnya agar tidak melupakan masa lalu, tetapi jadikanlah masa lalu itu (baca: sejarah) sebagai sebuah cermin perbaikan, bahan pelajaran yang baik bagi kehidupan kita dalam nuansa beragama, berbangsa, dan bernegara.
Oleh karena itu, bersungguh-sungguhlah dalam hal kebaikan dengan tidak menyia-nyiakan amanat dan tanggungjawab yang telah menjadi tugas kita secara pribadi. Dengan harapan perbaikan masa depan bangsa Indonesia ke arah yang lebih mengedepankan aspirasi rakyat daripada koalisi para elite politik .

Tidak ada komentar: