Rabu, 24 Agustus 2011

Monitoring Keuangan Daerah


1. Monitoring
Monitoring merupakan suatu rangkaian aktivitas yang dilakukan untuk mengawasi atau memantau proses dan perkembangan pelaksanaan suatu program/kegiatan. Fokus monitoring adalah untuk mendapatkan informasi mengenai pelaksanaan suatu kegiatan, bukan pada hasilnya. Lebih spesifiknya, fokus monitoring adalah pada komponen proses pelaksanaan program/kegiatan yang menyangkut proses pengambilan keputusan, prosedur yang harus dilalui, dokumen-dokumen yang dihasilkan, waktu pelaksanaan dan pihak-pihak yang harus terlibat pada setiap proses kegiatan dan lain sebagainya.
Monitoring dilakukan untuk maksud mengetahui apakah kegiatan  berjalan sesuai aturan, apa hambatan yang terjadi dan bagaimana cara  mengatasi masalah tersebut.  Dengan kata lain monitoring menekankan pada pemantauan proses pelaksanaan kegiatan. Hasil monitoring digunakan sebagai umpan balik untuk penyempurnaan kegiatan atau memperbaiki suatu  sistem.
Secara umum, pengertian dasar Monitoring mencakup:
  • Suatu penilaian yang dilaksanakan terus menerus (berkelanjutan) dalam suatu kegiatan untuk program tertentu.
  • Mengecek & mencatat keadaan yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan yang sedang berlangsung
  • Melihat perkembangan sesuatu kegiatan yang sedang berjalan
2. Keuangan daerah Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan keuangan daerah ada berbagai aspek.  Aspek-aspek tersebut adalah dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan.
  • Dari sisi obyek yang dimaksud dengan keuangan daerah meliputi semua hak dan Daerah yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
  • Dari sisi subyek yang dimaksud dengan keuangan daerah meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Daerah, Perusahaan Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan daerah.
  • Dari sisi proses, keuangan daerah mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban.
  • Dari sisi tujuan, keuangan daerah meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Dalam panduan praktis ini, rumusan yang dimaksud dengan keuangan daerah adalah dari sisi proses, yakni seluruh rangkaian kegiatan pengelolaan keuangan daerah yang  dimulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban.
Masyarakat pada umumnya lebih mengenal pengelolaan keuangan daerah istilah APBD. Adapun pengertian dari APBD itu adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
3. Monitoring keuangan daerah
Dengan menyimak pengertian dan batasan tentang monitoring dan keuangan daerah, maka yang dimaksud dengan monitoring keuangan daerah adalah serangkaian usaha yang dilakukan  untuk menilai proses pengelolaan keuangan daerah, yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban, dengan mengecek dan mencatat berbagai keadaan dan melihat perkembangan yang ada  di lapangan.
4. Menyusun sistem monitoring keuangan daerah
Pengertian menyusun sistem monitoring keuangan derah adalah membuat instrumen yang berisikan tool-tool yang akan memandu atau membantu usaha monitoring keuangan daerah.  Dengan instrumen tersebut proses pengelolaan keuangan daerah bisa diamati dan dinilai dengan cara-cara praktis dan sederhana.
Tujuan
Upaya melakukan serangkaian kegiatan monitoring keuangan daerah tidak lepas dari tujuan-tujuan yang ingin dicapai.  Tujuan tersebut meliputi: (1) tujuan utama (goal), dan (2) tujuan khusus.
  • Tujuan Umum
    Tujuan umum (goal) dari monitoring keuangan daerah adalah terciptanya tata kelola pemerintahan yang good governance.   Pengertian good governance disini adalah penyelenggaraan pemerintahan yang menjalankan prinsip-prinsip seperti:
  1. Partisipasi Masyarakat
    Partisipasi masyarakat mutlak diperlukan agar penyelenggara pemerintahan dapat mengenal lebih dekat siapa  masyarakat dan warganya berikut cara pikir dan kebiasaan hidupnya, masalah yang dihadapinya, cara atau jalan  keluar yang disarankannya, apa yang dapat disumbangkan dalam memecahkan masalah yang dihadapi, dan sebagainya.
  2. Transparansi
    Semua urusan tata pemerintahan berupa kebijakan-kebijakan publik baik yang berkenaan dengan pelayanan publik maupun pembangunan di daerah harus diketahui publik. Isi keputusan dan alasan pengambilan kebijakan publik harus dapat diakses oleh publik dan harus diumumkan agar pendapat tanggapan publik. Demikian pula informasi tentang kegiatan pelaksanaan kebijakan tersebut dan hasil-hasilnya harus terbuka dan dapat diakses publik.
  3. Tegaknya Supremasi Hukum
    Wujud nyata dari prinsip supremasi hukum antara lain mencakup upaya pembentukan peraturan perundangan, pemberdayaan lembaga-lembaga penegak hukum, penuntasan kasus KKN dan pelanggaran HAM, peningkatan kesadaran hukum dan pengembangan budaya hukum.
  4. Akuntabilitas
    Penerapan prinsip akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan diawali pada saat penyusunan program pelayanan publik dan pembangunan (program accountability), pembiayaannya (fiscal accountability), pelaksanaan, pemantauan dan penilaiannya  (process accountability) sehingga program tersebut dapat memberikan hasil atau dampak seoptimal mungkin sesuai dengan sasaran atau tujuan yang ditetapkan (outcome accountability).
  5. Peduli pada Stakeholder
    Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan
  6. Berorientasi pada Konsensus
    Perumusan kebijakan tentang pelayanan publik dan pembangunan di pusat dan daerah dilakukan melalui mekanisme demokrasi, dan tidak ditentukan sendiri oleh eksekutif. Keputusan-keputusan yang diambil, baik oleh lembaga eksekutif maupun legislatif, dan keputusan antara kedua lembaga tersebut harus didasarkan pada konsensus agar setiap kebijakan publik yang diambil benar-benar merupakan keputusan bersama.
  7. Kesetaraan
    Semua komponen masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
  8. Efektifitas dan Efisiensi
    Agar dapat meningkatkan kinerja tata pemerintahan dibutuhkan dukungan struktur yang tepat. Di samping itu, pemerintahan yang ada juga harus selalu berupaya mencapai hasil yang optimal dengan memanfaatkan dana dan sumber daya lainnya yang  tersedia secara efisien. Dalam konteks ini, harus ada upaya untuk selalu menilai tingkat efektivitas dan efisiensi pemanfaatan sumberdaya yang tersedia.
  9. Visi Strategis
    Semua kegiatan pemerintahan berupa pelayanan publik dan pembangunan di berbagai bidang seharusnya didasarkan pada visi dan misi tertentu disertai strategi implementasi yang jelas.
  • Tujuan Khusus
  1. Sesuai aturan
    Pengelolaan keuangan daerah telah diatur  dengan berbagai  peraturan mulai dari undang-undang, keputusan presiden (kepres), peraturan  pemerintah (PP) dan keputusan mentri dalam negeri (kepmendagri).  Pada prakteknya sejauh mana proses pengelolaan keuangan daerah telah merujuk pada aturan-aturan tersebut diatas.
  2. Transparan
    Transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan telah menjadi tuntutan masyarakat luas dan keberadaannya sudah didukung oleh payung hukum.   Dalam kontek pengelolaan keuangan daerah, sudah sejauh mana hal itu berjalan secara transparan.
  3. Partisipatif
    Tuntutan partisipasi  dalam proses pengelolaan keuangan daerah sudah menjadi kecenderungan umum masyarakat. Keberadaannya juga sudah dipayungi oleh payung hukum.  Dalam monitoring keuangan daerah ini sudah sejauh mana pengelolaan keuangan daerah melibatkan partisipasi aktiv masyarakat.
Sasaran
Sasaran monitoring keuangan daerah ini adalah sebagai berikut:
  • Untuk memperbaiki prosedur pengelolaan keuangan daerah agar sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
  • Untuk meningkatkan kapasitas dan pemahaman dari orang-orang yang terlibat dalam proses pengelolaan keuangan daerah.
  • Untuk menyediakan informasi bagi berbagai pihak yang membutuhkan pengelolaan keuangan daerah
  • Untuk mendorong transparansi dan partisipasi masyarakat pada seluruh proses pengelolaan keuangan daerah
I. Waktu Monitorng
Idealnya pelaksanaan monitoring dilaksanakan pada seluruh proses pengelolaan keuangan daerah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban.  Bila hal itu tidak memungkinkan, pelaksanaan monitoring dapat dilakukan pada tahap manapun dengan mengikuti panduan yang ada.  Melalui panduan ini, proses pengelolaan keuangan daerah yang sudah lewat dapat dilacak dinamikanya sehingga keberadaannya juga bisa diukur.
II. Pelaksana Monitoring
Secara umum instrumen monitoring ini disusun sebagai sarana bantu pengawasan masyarakat terhadap pemerintah daerah, utamanya dalam hal pengelolaan keuangan daerah.   Namun yang lebih utama sistem monitoring keuangan daerah ini di laksanakan untuk kelompok strategis masyarakat seperti:
  • NGO
    Selama ini NGO, utamanya NGO antikorupsi adalah kelompok masyarakat yang paling progresif  dalam melakukan pengawasan dan advokasi terhadap tindak penyimpangan dilingkungan pemerintahan.
  • Jurnalis
    Sudah menjadi kebutuhan  bagi Media massa untuk menjebatani komunikasi antara pemerintah dan masyarakat.  Dengan demikian kalangan media sangat butuh informasi aktual seputar penyelenggaraan pemerintahan.  Instrumen monitoring ini akan bermanfaat bagi media untuk turut memantau proses keuangan daerah sebagai sarana mempertajam bahan berita.
  • Aktivis mahasiswa
    Mahasiswa merupakan lapisan generasi muda yang  paling  potensial dan progresif dalam menyuarakan isyu-isyu penyimpangan dan ketidakadilan, utamanya yang dilakukan oleh pemerintahan.   Bila gerak progresif tersebut didukung oleh instrumen yang memadai akan memberikan bobot tersendiri.
III.Obyek dan Subyek yang dimonitor

  • Obyek yang dimonitor
    Obyek yang akan menjadi sasaran dalam monitoring keuangan daerah ini meliputi prosedur proses pengelolaan keuangan daerah mulai dari perencanaan, implementasi dan pertanggungjawaban.  Termasuk dalam obyek yang dimonitor disini berkenaan dengan waktu kegiatan dan dokumen-dokumen resmi yang dihasilkan.
  • Subyek yang dimonitor
    Sasaran dari subyek yang dimonitor dalam buku panduan monitoring ini adalah pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengelolaan keuangan daerah.  Pihak-pihak tersebut adalah anggota:legislatif, aparat pemerintah daerah dan unsur-unsur masyarakat yang terlibat dalam proses pengelolaan keuangan daerah.
IV.Instrumen monitoring
  • Lembar monitoring
    Lembar  monitoring berbentuk formulir pengisian untuk memandu melakukan pemantauan dilapangan.  Pelaksana monitoring dengan bantuan formulir tersebut tinggal melakukan verifikasi dilapangan dengan memastikan apakah seluruh proses pengelolaan keuangan daerah berjalan sesuai dengan aturan, transparan dan partisipatif.
  • Penilaian hasil
    Hasil dari pengisian formulir selanjutnya dilakukan penilaian yang sifatnya kuantatif maupun kualitatif.  Kuantitatif     adalah jenis penilaian dengan menggunakan skor.  Sedangkan kualitatif adalah jenis penilaian yang sifatnya deskriptif.
V.Manfaat yang diharapkan dari Monitoring
  • Pemerintahan daerah
    Bagi pemerintahan daerah monitoring keuangan daerah dapat dimanfaatkan sebagai alat koreksi dari pelaksanaan kebijakan,    meningkatkan kinerja dan memperbaiki sistem.
  • Masyarakat pemantau
    Sistem monitroing yang menyertakan peta proses pengelolaan keuangan daerah ini diharapkan mampu menambah bobot para aktivis dalam melakukan advokasi.  Dengan instrumen pemantauan rinci sejak di perencanaan hingga pertanggungjawaban akan  menambah jumlah (kualitas dan kuantitas)  masalah yang akan didesakkan oleh para aktivis dilapangan.  Selain itu, pemantauan dengan sistem monitoring ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mendeteksi masalah secara dini.
VI.Dampak yang diharapkan dari Monitoring
  • Dampak bagi Pelaksana monitoring
  1. Peningkatan kapasitas
    Dengan intrumen monitoring ini diharapkan berdampak pada peningkatan pengetahuan pelaksana monitoring utamanya berkenaan dengan proses-proses dalam pengelolaan keuangan daerah mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai pada pertanggungjawaban.
  2. Keterlibatan yang lebih luas
    Dengan instrumen monitoring yang sederhana dan relatif mudah dikerjakan, diharapkan berdampak pada keterlibatan komponen masyarakat yang lebih luas untuk menjadi pelaksana monitoring.
  • Dampak bagi Subyek yang dimonitor
  1. Mawas diri aparat
    Dampak yang diharapkan dari monitoring keuangan daerah ini akan menimbulkan rasa mawas diri aparat dan tidak  gegabah dalam melakukan tindakan penyimpangan pada tiap proses pengelolaan keuangan daerah.
  2. Peningkatan kapasitas
    Oleh karena sistem monitoring ini menggunakan instrumen yang relatif detail dalam memantau proses, diharapkan aparat pemerintah daerah akan semakin jeli dalam mengelola proses dan berusaha meningkatkan kapasitas diri.
  3. Komitmen pada aturan
    Seluruh indikator dalam instrumen monitoring ini merujuk sepenuhnya pada aturan-aturan yang berlaku.  Pada kondisi demikian diharapkan kegiatan monitoring ini berdampak pada kepatuhan aparat dalam mengikuti aturan-aturan yang berlaku.
  • Dampak terhadap sistem
  1. Perbaikan sistem
    Usaha monitoring yang dilakukan secara terus menerus dengan perangkat yang dapat memantau seluruh proses pengelolaan keuangan daerah diharapkan dapat berdampak pada perbaikan sistem pengelolaan keuangan  di daerah. Perbaikan yang dimaksud mencakup dua hal:
  2. Menekan korupsi dan penyimpangan
    Dampak yang paling penting diharapkan dari usaha monitoring keuangan daerah ini adalah mendeteksi sejak dini gejala penyimpangan yang gejala itu kemudian disuarakan kepublik sehingga berbagai upaya penyimpangan menjadi  tereliminasi.
SISTEM DAN METODOLOGI MONITORING

Komponen dan Indikator

a.Komponen
Secara umum, monitoring keuangan daerah mencakup 3 komponen utama, yaitu: Taat aturan tata kelola, transpransi dan partisipasi publik.  Ketiga komponen tersebut diturunkan dari tiga prinsip utama Good governance yakni Supremasi hukum, transparansi dan partisipasi.
Adapun batasan-batasan dalam komponen diatas adalah sebagai berikut:
  1. Taat aturan tata kelola
    Segala kegiatan pengelolaan keuangan daerah yang berjalan beserta seluruh aspek-aspek yang melingkupinya merujuk pada     aturan yang telah ditetapkan
  2. Transparan
    Mekanisme akses publik yang diberikan pemerintah berkenaan dengan seluruh proses pemerintahan, khususnya dalam     pengelolaan keuangan daerah.
  3. Partisipasi
    Keterlibatan masyarakat dalam proses pengelolaan keuangan daerah.
Pilihan terhadap komponen monitoring dari tiga prinsip utama Good Governance didasari pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:  Pertama, terlalu besar dan luas cakupannya bila komponen itu diturunkan dari seluruh prinsip-prinsip good governance.  Luasnya cakupan akan cenderung membuat monitoring kurang fokus.
Kedua,  pilihan prinsip utama  good governance yang menjadi komponen dalam monitoring ini merupakan unsur fundamental dalam mewujudkan good governance.  Tiga prinsip utama good governance sebagai disebutkan diatas, bila berjalan semua akan mempengaruhi prinsip-prinsip lainya.
Ketiga, adanya berbagai keterbatasan dalam penyusunan sistem monitoring baik dari segi waktu, dana dan SDM sehingga membatasi komponen ruang lingkup dalam monitoring menjadi tidak dapat dihindari.
b.Indikator
Komponen monitoring sebagaimana disebutkan diatas belum dapat dijadikan alat untuk menilai atau mengukur suatu proses kegiatan.  Komponen tersebut harus diterjemahkan kedalam indikator-indikator yang lebih operasional.  Perumusan indikator tersebut adalah sebagai berikut:
  • Indikator dari komponen taat aturan. komponen taat aturan pada dasarnya mempertanyakan pengelolaan keuangan daerah, dalam hal ini apakah seluruh proses perencanaan dan pelaksanaan APBD telah sesuai dengan aturan yang berlaku?   Komponen taat aturan mencakup indikator: (a)    prosedur yang dijalankan (b) dokumen-dokumen yang tersedia (c) waktu  yang ditetapkan dan (d) pihak-pihak yang harus     terlibat dalam proses.
  • Indikator dari komponen transaparansiKomponen transparansi pada dasarnya mempertanyakan apakah proses dalam pengelolaan keuangan daerah mulai dari perencanaan, implementasi dan pertanggungjawaban telah dilakukan secara transparan.  Komponen transparan mencakup    indikator (a) publikasi proses (b) ketesedian dokumen untuk diakses dan (c) kesediaan aparat memberikan informasi yang  dibutuhkan masyarakat
  • Indikator dari komponen partisipasiKomponen partisipasi pada dasarnya mempertanyakan apakah proses pegelolaan keuangan daerah mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban telah melibatkan masyarakat.   Komponen partisipasi dalam pengelolaan keuangan daerah    mencakup indikator: (a) Media aspirasi  (b) forum publik dan (c) unsur-unsur masyarakat yang terlibat.
II.Indikator dan Sumber Referensi
Pengelolaan keuangan daerah merupakan bagian dari kegiatan pemerintahan yang segala sesuatunya mengacu pada aturan-aturan yang telah ditetapkan.  Berkenaan dengan hal tersebut diatas, menurunkan indikator monitoring keuangan daerah juga harus berdasarkan pada sumber-sumber resmi yang dapat dijadikan rujukan aparat pemerintah di lapangan.
Berikut ini tabel perumusan indikator dan sumber referensi:
Kegiatan Monitoring Dasar Hukum Pasal - Pasal
I. Prosedur Tata Kelola Keuangan Daerah

1. Penyusunan RPJP Daerah UU NO.25/2004
UU NO.32/2004
Pasal 5,9,10,11, 12,13,15,27, 34,
Pasal 150
2. Penyusunan RPJM Daerah UU NO.25/2004
UU NO.32/2004
Pasal 5,7,9,14,15,16,17,18,19
Pasal 150,151
3. Penyusunan RKPD UU NO.25/2004
UU NO.32/2004
Pasal 20,21,22,23,24,25,26,27
Pasal 150, 151
4. Penyusunan APBD UU NO.25/2004
UU NO.17/2003
Pasal 179,180,181,182
Pasal 16,17,18,19,20
5. Implementasi APBD
  1. Pengelolaan Kas APBD
  2. Pengadaan Barang/Jasa
UU NO.17/2003
UU NO.1/2004
KEPMENDAGRI No.29/2002
KEPPRES NO. 80/2003
Pasal 28, 29
Semua Pasal
Semua Pasal
Semua Pasal
6. Pertanggungjawaban APBD UU NO.1/2004
UU NO.17/2003
UU NO.24/2005
UU NO.32/2004
Pasal 51,52,52,54,56,57
Pasal 31, 32,33
Pasal 1,2,3,4,5,6,7,8
Pasal 184
II. Transparansi Tata Kelola Keuangan Daerah

1. Akuntabilitas dan Ketersediaan Dokumen UU NO.32/2004
UU NO.1/200
Pasal 20,43,181,182,183,190
Pasal 27, 67, 76, 151
2. Ketersediaan Aparat Memberikan Informasi yang Dibutuhkan Masyarakat UU NO.32/2004 Pasal 27,67, 76, 151
III. Partisipasi Masyarakat dalam Tata Kelola Daerah

1. Musrenbang UU NO.25/2004 SE BERSAMA KABAPPENAS
MENDAGRI 0259/M.PPN/I/2005
Pasal 1,10,11, 12,16,17,18,22,23,24,27
2. Penjaringan Aspirasi Masyarakat UU N0.32/2004 Pasal 45, 209
3. Dengar Pendapat (hearing) DPRD dengan masyarakat UU NO.32/2004 Pasal 4
III. Instrumen Monitoring

Instrumen yang digunakan dalam monitoring menggunakan formulir yang berisi pokok-pokok masalah untuk dilakukan pengecekan di lapangan. Formulir monitoring ini meliputi formulir untuk monitoring proses perencanaan, pelaksanaan dan pertanggung jawaban. Selain untuk memantau proses, disediakan pula formulir untuk memantau aspek transparansi dan partisipasi.
Perlu dipahami bahwa kondisi daerah dan permasalahan yang dihadapi sangat bervariasi. Oleh karena itu, tidak mungkin disusun instrumen yang rinci untuk masing-masing daerah. Instrumen pada panduan ini sifatnya umum yang berlaku di setiap daerah.
IV.Data Monitoring

Untuk keperluan mengisi cek list monitoring diperlukan sejumlah data-data tertentu.   Data-data tersebut meliputi:
  1. Prosedur kegiatan
    Prosedur adalah segala jenis kegiatan pengelolaan keuangan daerah yang harus dijalankan dalam rentang waktu yang telah ditetapkan dan dilaksanakan oleh  pihak-pihak tertentu..
  2. Dokumen
    Dukumen adalah rumusan dari suatu kegiatan dalam proses pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
V.Sumber Data

Untuk memperoleh data-data monitoring dibutuhkan sumber data yang tepat.  Adapun yang dimaksud dengan sumber data adalah:
  • Pelaksanaan kegiatan
    Sumber data monitoring keuangan daerah yang paling utama adalah pelaksanaan setiap proses kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban.   Didalam kegiatan tersebut akan terlihat jelas kapan kegiatan itu dilaksanakan, siapa saja yang terlibat, masalah yang sedang dibahas, dokumen apa yang dipersiapkan dan dokumen apa yang akan dihasilkan.
  • Literatur
    Bila pelaksanaan langsung tidak dapat diikuti oleh pelaksana monitoring, maka sumber data lain adalah literatur.  Maksud literlatur adalah segala dokumen atau data yang dapat memberi informasi tentang perisitwa kegiatan, pihak-pihak yang terlibat, rumusan (dokumen) yang dihasilkan dari kegiatan, waktu pelaksanaan dll.
  • Narasumber
    Selain literatur, sumber data lain adalah  pihak-pihak yang terlibat dalam proses, atau pihak yang kredibel memberikan informasi seputar pengelolaan keuangan daerah.  Pihak-pihak yang dimaksud misalnya, aparatur pemda, anggota legislatif dan unsur masyarakat yang terlibat dalam proses pengelolaan keuangan daerah.
VI. Teknik Verifikasi lapangan
Formulir monitoring hanya berisi form-form pemantauan.  Pelaksana monitoring melakukan pengecekan dilapangan melalui sumber-sumber data dengan cara-cara sebagai berikut:

  • Observasi
    Kegiatan observasi adalah upaya monitoring dengan mengikuti proses  secara langsung pada tiap proses pengelolaan keuangan daerah mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pertanggung jawaban.  Apa yang perlu diamati dan dicatat dalam observasi adalah merekam proses dan mengamati apakah prosedur yang dilaksanakan, dokumen-dokumen yang tersedia, pihak-pihak yang terlibat dan waktu pelaksanaannya telah sesuai dengan aturan main yang telah ditetapkan.

  • Literatur
    Verifikasi lapangan menggunakan literatur adalah upaya melakukan pengamatan proses melalui sumber-sumber literatur yang mendukung.  Litelatur yang dimaksud dapat berupa dokumen hasil dari sebuah kegiatan atau dokumen proses itu sendiri, sumber media atau data-data pendukung lainya.

  • Wawancara
    Tehnik wawancara adalah upaya melacak proses dan kegiatan pengelolaan keuangan daerah melalui wawancara narusumber. Narasumber yang dimaksud adalah pihak-pihak yang terlibat dalam proses dan utamanya yang kridebel untuk memberikan informasi.
Pelaksanaan Monitoring
Penyusunan Rancangan

Sebelum melaksanakan monitoring, rancangan atau disain pelaksanaan monitoring perlu lebih dahulu dikembangkan. Hal ini mengingat banyak aspek yang akan terjadi dilapangan.  Rancangan ini diperlukan sebagai pedoman dalam melaksanakan monitoring dilapangan.
Secara umum, beberapa komponen utama yang perlu ada dalam rancangan Monitoring antara lain:  (1) penentuan fokus monitoring  (2) rancangan pengumpulan data (3)  penyusunan rencana kerja.
  • Penentuan Fokus dan Tujuan
    Monitoring memfokuskan pada perolehan informasi mengenai pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah. Berkaitan dengan hal tersebut, perlu dilakukan pencermatan pada bagian manakah monitoring dilakukan. Pada saat perencanaankah, pelaksanaankah atau pada saat pertanggungjawaban?  Bila pada saat perencanaan, pada bagian manakah perencanaan itu dilakukan dan seterusnya.
  • Rancangan Pengumpulan Data
    Sesuai dengan  fokus monitoring yang yang telah direncankan perlu ditentukan rencana pengumpulan data. Dalam hal ini, ata apa saja yang akan dijaring, kegiatan apa yang mesti dipantau, dokumen apa yang harus dicari,  pihak-pihak manakah yang tepat menjadi narasumber. Selain itu yang perlu direncanakan dan dipersiapkan adalah alat-alat apa yang dibutuhkan untuk mendukung memperoleh data-data dilapangan.
  • Penyusunan Rencana Kerja
    Rencana kerja pelaksanaan monitoring  perlu disusun, mencakup berbagai kegiatan dalam monitoring.  Berikut ini merupakan salah satu contoh format rencana kerja penyelenggaraan monitoring:
Tabel 1. Rencana Kerja Pelaksanaan monitoring
No
Waktu Kegiatan
Hasil Yang Diharapkan
Pelaksanaan Tempat
Responden / Sumber data
Alat / Instrumen
1.






2.






3.






dll.






Pelaksanaan
Kegiatan pelaksanaan monitoring keuangan daerah pada dasarnya memantau siklus anggaran pemerintah daerah yang dimulai pada saat perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban.   Kegiatan dilakukan dengan cara mengisi form cek list  pada seluruh proses tersebut diatas dengan berbagai metode yang telah direncanakan sebelumnya.
Pengisian Cek list.(form cek list lihat lampiran)
  • Bila pelaksana monitoring mengikuti kegiatan secara langsung, sebelum mengisi cek list dilakukan pengamatan dengan penuh seksama seperti mencermati jenis kegiatan yang sedang berjalan, masalah yang dibahas, pihak-pihak yang terlibat, waktu pelaksanaan dll.  Selanjutnya  dari pengamatan itu dijadikan dasar untuk mengisi form cek list.
  • Bila pelaksana monitoring tidak dapat mengikuti proses secara langsung, upaya yang dapat dilakukan untuk mengisi cek list adalah dengan melakukan wawancara dengan narasumber yang relevan.  Narasumber tersebut adalah pihak-pihak yang terlibat dalam proses seperti pihak eksekutif, legislatif atau unsur masyarakat yang terlibat dalam proses.
  • Pelaksana monitoring dalam mengisi cek list dapat juga berdasar dokumen proses, seperti nolutulensi proses, dokumen produk kegiatan dll.
Analisa data

Analisis data pada monitoring keuangan daerah pada dasarnya untuk menjawab pertanyaan pokok, antara lain:
  1. Apakah prosedur pengelolaan anggara telah sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan?  Jika telah sesuai dengan aturan, sejauh mana? Dan Jika tidak mengapa aturan itu tidak dipatuhi? Rakomendasi apa yang mesti disusun?
  2. Apakah tiap prosedur pengelolaan anggaran yang dilaksanakan sudah cukup transparan? Jika  sudah transparan sejauh mana? Dan jika tidak mengapa? Rekomendasi apa yang perlu dibuat?
  3. Apakah  tiap prosedur pengelolaan anggaran sudah cukup melibatkan masyarakat? Jika melibatkan masyarakat sudah sejauh mana? Dan jika tidak, mengapa? Rekomendasi apa yang perlu dibuat?
Pemanfaatan Hasil
Sesuai dengan tujuan monitoring, yakni terciptanya tata pemerintahan yang bersih dan terselenggaranya pengelolaan keuangan daerah yang governance, maka hasil monitoring dapat dimanfaatkan untuk:
  1. Informasi kepada stakeholeder (anggota legislatif, pejabat pemda, tokoh masyarakat, jurnalis dll)  berkenaan dengan progres pengelolaan keuangan daerah.
  2. Menjadi bahan tambahan untuk advokasi kalangan aktivis bila dirasa hasil monitoringnya sangat buruk dan menyimpang
Kebijakan otonomi daerah telah melahirkan sejumlah perubahan-perubahan yang cukup penting, terutama di daerah. Di bidang politik, otonomi daerah berdampak positif bagi perkembangan demokrasi lokal. Indikatornya antara lain misalnya, berfungsinya DPRD sebagai lembaga legeslatif daerah. Pada era diberlakukannya UU No.5/1974, DPRD hanyalah kelengkapan eksekutif daerah.
Pada era otonomi daerah ini, DPRD benar-benar sebagai lembaga legeslatif dan mitra sejajar eksekutif daerah. Indikator lain masyarakat bisa turut berpartisipasi dalam setiap kebijakan pemerintah daerah. Hal tersebut bisa terjadi karena pendeknya rantai birokrasi yang menjadikan rakyat bisa dengan cepat mengikuti setiap kebijakan baru yang dibuat pemerintah daerah.
Di sisi lain kebijakan otonomi daerah juga memendam banyak persoalan. Di antara persoalan tersebut adalah lemahnya SDM daerah yang sangat berpengaruh terhadap produk kebijakan daerah. Hal ini terlihat misalnya dari banyaknya produk Perda yang bermasalah.Disinyalir misalnya, dalam rentang waktu setahun setelah otonomi daerah saja, dari 1053 Perda yang diinventarisasi Departemen Dalam Negeri, 105 Perda diantaranya bermasalah.
Pada konteks inilah, dalam penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis, penyusunan Perda, perlu mengikutsertakan masyarakat dengan tujuan agar dapat mengakomodir kepentingan masyarakat. Peran serta masyarakat tersebut akan mempermudah sosialisasi dan penerapan substansi apabila Perda ditetapkan dan diundangkan
I. Mengapa Partisipasi diperlukan

Kebijakan Otonomi Daerah telah melahirkan angin segar untuk pelibatan masyarakat, karena kebijakan ini diambil dengan tujuan meningkatkan pelibatan masyarakat. Pemerintahan lokal secara fisik memang lebih dekat dengan masyarakat sehingga masyarakat lebih mudah mengetahui kebijakan yang diambil pemerintah. Dan kebijakan yang diambil umumnya langsung berkaitan dengan keseharian masyarakat. Dampaknya jika ada kebijakan yang kurang sesuai masyarakat dapat segera mengkritisi kebijakan tersebut dan penyelenggara pemerintahan yang hidup ‘bersama’  masyarakatnya mau-tidak mau harus merespon aspirasi masyarakatnya.  Penyelengaraan pemerintahan lokal yang lebih dinamis ini telah menimbulkan suatu kebutuhan bersama untuk mengatur  pelibatan masyarakat.
II. Hak Masyarakat, Kewajiban Pemerintah dan Mekanisme Partisipasi

Hak Masyarakat

Sebagaimana tertuang dalam PP nomer 68 tahun 1999 berkenaan dengan  peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara, maka masyarakat mendapatkan hak-haknya sebagai berikut;
  1. Hak mencari dan memperoleh informasi mengenai penyelenggaraan negara
  2. Hak menyampaikan saran dan pendapat
  3. Hak untuk memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari penyelenggara negara
  4. Hak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan hak-haknya diatas
Kewajiban Pemerintah
Sebagai konsekwensi adanya pengakuan terhadap hak masyarakat maka penyelenggara pemerintahan  mempunyai kewajiban untuk  mendengar pendapat masyarakat (yang berkepentingan) dalam proses perumusan dan penetapan  kebijakan yang menyangkut kepentingan masyarakat.  Dengan demikian penyelenggara pemerintahan sebagai penerima mandat masyarakat  berkepentingan untuk menjamin terlaksananya hak-hak masyarakat.  Dan terjaminnya hak-hak masyarakat  menjadi salah satu indikator  keberhasilan penyelenggaraan pamerintahan.
Mekanisme Partisipasi

Mekanisme yang memungkinkan  pelibatan aktif masyarakat minimal harus menjamin terlaksananya hak masyarakat  sehingga dalam mekanisme pelibatan masyarakat ini  minimal harus mengatur:
1. Penyampaian informasi tentang kebijakan yang akan diambil termasuk jadwal dan prosedur  pelibatan masyarakat
2. Tanggapan terhadap aspirasi masyarakat
3. Hasil akomodasi masyarakat dan
4. Keberatan
III. Tingkatan Dan Bentuk Partisipasi Masyarakat
Derajat
Partisipasi Masyarakat
Contoh
Tinggi Memiliki Kontrol Lembaga Pemerintah, legislatif, LSM, mendorong masyarakat, untuk mengindentifikasikan masalah, tujuan,  maksud dan kesimpulan-kesimpulan kunci. Lembaga memiliki kemauan membantu masyarakat dalam setiap langkah-langkahdalam menyelesaikan tujuan-tujuan tersebut.

Memiliki Kekuasaan yang terlegasi Lembaga – pemerintah, legislatif, LSM  –  mengidentifikasikan masalah dan menyampaikannya kepada masyarakat, mendefinisikan keterbatatasan serta membuat keputusan-keputusan yang dapat digabungkan dalam suatu rencana yang diterima

Keterlibatan dalam perencanaan Lembaga - pemerintah, legislatif, LSM – menyampaikan perencanaan tentative dan terbuka untuk menerima perubahan dari subjek yang dipengaruhi. Mengharapkan perubahan rencana paling sedikit dan mungkin lebih dari itu.

Saran Lembaga - pemerintah, legislatif, LSM – menyampaikan rencana dan mengundang tanggapan masyarakat. Rencana hanya dipersiapkan untuk dimodifikasi, jika memang diperlukan

Dikonsultasi Lembaga  - pemerintah, legislatif, LSM – mencoba menawarkan rencana. Mencari dukungan agar, memperoleh penerimaan atau memberi sanksi, sehingga pengadaan administrasi tercapai seperti yang diharapkan.

Menerima informasi sosialisasi Lembaga – pemerintah, legislatif, LSM – membuat perencanaan dan mengumumkannya. Masyarakat dikerahkan untuk tujuan mendengarkan informasi. Masyarakat berkumpul menjadi suatu yang diharapkan.
Rendah Tidak ada sama sekali Masyarakat tidak mengetahui sama sekali.
Sumber: Community participation for health for all. London, Community participation group of the United Kingdom for all network, 1991 dalam Suhardi Suryadi dan Julmansyah 2001
IV.  Alur Partisipasi Dalam Proses Penyusunan Peraturan Daerah
Dalam penyusunan peraturan daerah, partisipasi dikatakan optimal bila  masyarakat terlibat  secara aktif dari awal proses penyusunan hingga  peraturan daerah itu disahkan menjadi produk hukum.  Hal ini dapat dilakukan bila masyarakat dan lembaga legislatif saling berjalan sinergis untuk mewujudkan produk hukum yang terbaik untuk daerah.
Dalam fungsinya sebagai Lembaga legilslasi, DPRD perlu menyerap aspirasi sebanyak-banyaknya dari masyarakat (selain menyerap masukan dari inisiatif anggota DPRD atau masukan dari Pemda) untuk bahan penyusunan kebijakan daerah.   Semua aspirasi yang masuk dicatat dan didokumentasikan dengan baik.  Selanjutnya DPRD melakukan proses seleksi dengan memperhitungkan berbagai aspek seperti sumberdaya, sumber dana, tingkat keperluan dan berbagai keterbatasan-keterbatasan lainya.   Tujuan dari proses seleksi ini adalah untuk menyusun prioritas usulan-usulan yang akan dibahas lebih lanjut di DPRD.
Untuk mendapatkan partisipasi yang optimal, sebelum dibahas lebih lanjut di DPRD, usulan yang sudah diprioritaskan tersebut perlu disosialisasikan terlebih dahulu kepada masyarakat luas.  Paling tidak masyarakat mengetahui dari sekian aspirasi yang masuk di DPRD ada priotitas yang akan dibahas lebih lanjut.  Langkah ini dilakukan selain untuk mendapatkan masukan dari masyarakat, juga merupakan  bentuk Transparansi lembaga Legislasi kepada publik.  Dari sini masyarakat akan mengetahui aspirasi mana yang menjadi prioritas DPRD dan mengapa aspirasi tersebut yang dipilih.
Setelah disosialisasikan, DPRD perlu menyerap aspirasi dari masyarakat.   Aspirasi  dari masyarakat cukup penting karena akan menjadi bahan pertimbangan dalam pembahasan.  Upaya untuk menyerap aspirasi tersebut dapat dilakukan melalui dua cara, yakni cara pasif dan aktif.  Cara pasif DPRD menunggu reaksi masyarakat setelah usulan-usulan prioritas disosialisasikan.  Sedangkan cara aktif,  DPRD mengundang atau mengajak bekerjasama dengan elemen masyarakat yang berkepentingan untuk melakukan pembahasan.
Setelah mendapatkan masukan dari masyarakat, usulan prioritas di bahas di DPRD melalui Rapat Paripurna (I dan II).   Dari rapat ini, usulan-usulan prioritas tersebut akan ditetapkan untuk dibahas lebih mendalam dalam rapat-rapat komisi.  Jumlah usulan yang ditetapkan tergantung dari hasil pembahsan dalam rapat paripurna.
Selama sidang komisi, DPRD kembali membuka ruang publik untuk mendapatakan masukan-masukan dari masyarakat.  Bila perlu Draft Raperda yang telah dibahas di sidang komisi disosialisasikan dan dibahas bersama masyarakat untuk mendapatkan masukan-masukan.  Cara yang ditempuh sebagaimana telah disebutkan diatas, yakni melalui dua cara.  Cara pasif menunggu reaksi masyarakat setelah draft disebarluaskan.  Sedangkan Cara aktif mengajak berbagai elemen yang berkepentingan dimasyarakat untuk melakukan pembahasan bersama.
Selanjutnya setelah melakukan pembahasan disidang komisi, masyarakat perlu mengetahui proses pengesahan Raperda dalam sidang paripurna DPRD.  Keterlibatan masyarakat terlibat dalam proses pengesahan merupakan ujung dari proses partisipasi masyrakat dalam penyusunan Peraturan Daerah.
Alur proses Partisipasi masyarakat dalam penyusunan peraturan daerah bisa dilihat dalam gambar berikut:
{mosimage}
I. Pendahuluan
Meningkatnya kebutuhan akan berbagai peraturan perundang-undangan tidak dapat dihindari, tidak saja untuk menjawab persoalan-persoalan yang berkaitan dengan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat saat ini (termasuk akibat diberikannya otonomi kepada daerah), tetapi merupakan perangkat yang dibutuhkan dalam era globalisasi.
Peningkatan kuantitas peraturan perundang-undangan tersebut seyogyanya diimbangi dengan peningkatan kualitas. Peraturan perundang-undangan hendaknya disusun secara hati-hati dan seksama dengan mengikuti syarat-syarat teknis dan juridis tanpa mengabaikan kaidah-kaidah filosofis dan sosiologis. Suatu kajian hukum/perundang-undangan perlu dilakukan dengan penelitian-penelitian kepustakaan dan empiris, guna memperoleh suatu peraturan dengan kualitas yang baik dan dapat berlaku efektif dalam masyarakat.
Penelitian terhadap peraturan perundang-undangan tidak saja dilakukan dalam rangka pembuatan rancangan peraturan, tetapi juga perlu dilakukan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, apakah peraturan tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat, nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, rasa keadilan, hak-hak asasi manusia, dan lain-lain.
II. Keperluan Penelitian

Sebuah penelitian perlu dilakukan karena :
  1. Hasil penelitian yang baik akan menjamin proses pengambilan keputusan darimana Rancangan Peraturan Daerah tersebut berawal
  2. Garis besar yang disarankan dalam penelitian dapat dijadikan sebagai peta untuk menuntun pembuat rancangan dalam mengumpulkan dan menyusun bukti-bukti yang ada.
  3. Garis besar yang sama memastikan bahwa para pembuat rancangan menyusun fakta-fakta tersebut secara logis.
  4. Laporan hasil penelitian merupakan perangkat kenadali mutu dari RUU
Sedangkan fungsi penelitian akan bermanfaat untuk:
  1. Memaparkan fakta-fakta apa adanya
  2. Memperlihatkan penjelasan atau bukti yang diperlukan untuk meyakinkan bahwa tujuan-tujuan yang dicapai akan berhasil.
III.  Metodologi Penelitian

Belum ada standar baku dalam membuat metodologi penelitian untuk penyusunan rancangan peraturan perundangan.  Berbagai alternatif metodologi terbuka kemungkinan digunakan asalkan hasilnya dapat membantu mencapai tujuan penelitian itu sendiri, yakni menjawab persoalan dalam rangka penyusunan rancangan peraturan daerah.
Salah satu metodologi penilitian yang dapat digunakan untuk keperluan penyusunan peraturan daerah adalah metodologi pemecahan masalah. Suatu laporan hasil penelitian dari seorang pembuat rancangan perlu menyertakan metodologi pemecahan masalah untuk menunjukkan bahwa rancangan undang-undang yang diusulkan bertumpu kepada dasar pemikiran yang berdasarkan pengalaman.  Ada empat langkah pemecahan masalah:
  1. Mengenali kesulitannya
    Umumnya sebuah produk peraturan perundangan seperti peraturan daerah dibuat karena ada kesulitan-kesulitan yang ingin dipecahkan.  Pembuat rancangan peraturan daerah dalam hal ini perlu mengenali lebih jauh letak kesulitan-kesulitan tersebut secara cermat.    Pertanyaan-pertanyaan yang perlu diajukan dalam hal ini adalah kesulitan-kesulitan apakah yang terjadi? Apakah fakta-fakta dilapangan menunjukkan bahwa kesulitan-keulitan itu benar-benar terjadi?  Pada langkah awal pembuat rancangan peraturan daerah ini perlu membuat deskripsi dari kesulitan-kesulitan yang dihadapi dengan disertai fakta-fakta yang ditemukan dilapangan.
  2. Mengusulkan dan menjamin penjelasannya
    Setelah deskripsi kesulitan di dipaparkan dengan disertai fakta-fakta dilapangan, maka langkah selanjutnya adalah meneliti lebih lanjut mengapa kesulitan-kesulitan dapat terjadi.  Penyebab-penyebab apa sajakah yang melatarbelakangi kesulitan tersebut.  Penelitian dalam hal ini diharapkan dapat membantu mencari akar masalah dari kesulitan-kesulitan yang ditemukan dilapangan secara cermat.
  3. Pengusulan Solusi
    Setelah penyebab dari kesulitas dapat diketahui dengan jelas, maka langkah selanjutnya adalah memberikan solusi.  Upaya memberikan solusi ini diharapkan mampu menjawab akar masalah dari kesulitan-kesulitan yang sejak semula diajukan.  Solusi ini dibuat sudah dengan sendirinya sudah memperhatikan dampak-dampak yang terjadi dimasyarakat bila solusi diterapkan dilapangan.  Dari pemberian solusi inilah selanjutnya dirinci menjadi rancangan peraturan daerah.
  4. Memantau dan Menilai pelaksanaan
    Pada akhirnya laporan hasil penelitian harus membuktikan bahwa rancangan undang-undang menyertakan mekanisme pemantauan dan penilaian yang cukup.  Para pembuat undang-undang memerlukan masukan untuk menentukan apakah perilaku sosial berperilaku sebagaimana yang ditentukan dan akan menghasilkan akibat sebagaimana yang diharapkan.
IV. Langkah-Langkah Penelitian

Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam proses Penelitian Raperda
1. Membentuk Tim Peneliti

Dengan keterbatasan-keterbatasan anggota DPRD untuk membantu melakukan kerja-kerja penelitian dalam penyusunan peraturan daerah, DPRD perlu membentuk tim peneliti. Tim ini idealnya mereka yang mengetahui tentang persoalan penelitian dan juga menyangkut persoalan-persoalan hukum/peraturan. Dalam hal ini mereka yang duduk dalam tim bisa dari kalangan anggota legeslatif sendiri yang dianggap mampu untuk itu atau pihak luar yang ditunjuk karena kemampuannya (pakar/akademisi) atau gabungan antara kalangan legeslatif dan pihak luar.
2. Melengkapi penelitian awal

Kerja tim peneliti adalah melakukan pengkajian dan penelitian terhadap permasalahan atau topik yang akan menjadi Perda. Pada proses kegiatan penelitian awal ini, paling tidak menyangkut:
  1. Studi literatur/pustaka
  2. Penelitian yang lengkap tentang undang-undang yang ada
  3. Menyerap dan mengkaji masukan dari berbagai pihak seperti pengacara, kaum akademisi, anggota parlemen, LSM, Pers dan berbagai kelompok yang memiliki kepentingan langsung dengan masalah yang akan menjadi Perda.
  4. Penelitian tentang perda terkait yang ada di daerah lain.
3. Menyusun Naskah Akademik (Kertas Kerja I)
Setelah melakukan penelitian awal, tim peneliti perlu merumuskan hasil penelitiannya ke dalam bentuk naskah akademik. Tujuan menyusun naskah akademis ini adalah sebagai acuan untuk merumuskan pokok-pokok pikiran yang akan menjadi bahan dan dasar bagi penyusunan rancangan peraturan daerah.
Muatan naskah akademis ini paling tidak bisa menjawab persoalan sebagaimana yang dijelaskan dalam metodologi penyelesaian masalah, yakni memperjelas peta masalah, mencari sebab-sebab dari timbulnya masalah yang dihadapi dan solusi-solusi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah.
Naskah akademik ini selanjutnya menjadi Kertas Kerja I tim peneliti untuk dikonsultasikan ke pihak yang lebih luas.
4. Melaksanakan pembahasan dengan elemen terbatas

Untuk menyempurnakan hasil penelitian awal, naskah akademik yang telah disusun dikonsultasikan kepada sejumlah elemen terbatas (di luar tim peneliti). Pihak-pihak tersebut bisa dari kalangan akademisi, LSM, praktisi hukum, tokoh masyarakat atau pihak-pihak yang bersentuhan langsung dengan masalah.
5. Penyempurnaan Naskah Akademik (Kertas Kerja Ii)

Setelah kertas kerja I dikonsultasikan elemen terbatas (di luar tim), maka hasil yang didapat adalah masukan-masukan. Berbagai masukan tersebut selanjutnya diolah sedemikian rupa sehingga akan menyempurnakan naskah akademik yang telah dibuat. Hasil penyempurnaan ini merupakan kertas kerja II tim peneliti untuk dikonsultasikan kepada pihak yang luas (publik). Kertas kerja II idealnya harus lebih sempurna dan lebih kuat posisinya dibandingkan dengan kertas kerja I.
6. Melaksanakan pembahasan dengan publik

Penyempurnaan akhir kertas kerja tim peneliti adalah melakukan konsultasi dengan publik melalui kegiatan seminar/diskusi umum
7. Menyusun draft Raperda

Setelah hasil penelitian mendapatkan penyempurnaan-penyempurnaan maka langkah selanjutnya adalah merumuskannya ke dalam Draft Raperda. Draf ini kemudian diserahkan oleh tim peneliti kepada pemberi mandat.
Undang-Undang
  • UU No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah
  • UU No.25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
  • UU No.34/2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
  • UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara
  • UU No.22/2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
  • UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara
  • UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
  • UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
  • UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah Menggantikan UU N0.22/1999
Peraturan Pemerintah
  • PP No.16/2000 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
  • PP No.25/2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom
  • PP No.84/2000 tentang Pedoman Organisai Perangkat Daerah
  • PP No.104/2000 tentang Dana Perimbangan
  • PP No.105/2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah
  • PP No.106/2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
  • PP No.107/2000 tentang Pinjaman Daerah
  • PP No.108/2000 tentang Tatacara Pertanggungjawaban Kepala Daerah
  • PP No.109/2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
  • PP No.110/2000 tentang Kedudukan Keuangan DPRD
  • PP No.129/2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah
  • PP No.2/2001 tentang Pengamanan dan Pengalihan Barang Milik/Kekayaan Negara dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah
  • PP No.11/2001 tentang Informasi Keuangan Daerah
  • PP No.20/2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
  • PP No.39/2001 tentang Penyelenggaraan Dekonsentrasi
  • PP No.52/2001 tentang Penyelenggaraan Tugas Pembantuan
  • PP No.56/2001 tentang Pelaporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
  • PP No.65/2001 tentang Pajak Daerah
  • PP No.66/2001 tentangRetribusi Daerah
  • PP No.76/2001 tentang Pedoman Umum Mengenai Desa
  • PP No.84/2001 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No.104/2000 tentang Dana Perimbangan
  • PP No.3/2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
  • PP No.65 /2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal
  • PP No.72/2005 tentang Desa
  • PP No.7/2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
  • PP No.78/2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penggabungan dan Penghapusan Daerah
Keputusan Presiden
  • Keppres No.49/2000 tentang Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah
  • Keppres No.52/2000 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Tindak Lanjut Pelaksanaan UU No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
  • Keppres No.157/2000 tentang Pembentukan Tim Kerja Pusat Implementasi UU No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
  • Keppres No.159/2000 tentang Pedoman Pembentukan Badan Kepegawaian Daerah
  • Keppres No. 181/2000 tentang Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota 2001
  • Keppres No.5/2001 tentang Pelaksanaan Pengakuan Kewenangan Kabupaten/Kota
  • Keppres No.74/2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
  • Keppres No.131/2001 tentang Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota 2002
Keputusan Menteri Dalam Negeri
  • Kepmendagri No.188.2-198 tentang Pembentukan Tim Kerja Pusat Percepatan Implementasi tentang UU No.22 tahun 1999 dan UU No.25 tahun 1999
  • Kepmendagri No.16 tahun 2000 tentang Pedoman Pembentukan Asosiasi Pemerintah Daerah dan Penetapan Wakil Asosiasi Perintah Daerah sebagai Anggota DPOD
  • Kepmendagri No.50 tahun 2000 tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
  • Kepmendagri No.11 tahun 2001 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah dan Manual Adiministrasi Barang Daerah

Tidak ada komentar: