Minggu, 21 Agustus 2011

Kualitas Kepemimpinan Politik Indonesia

Kualitas Kepemimpinan Politik Indonesia

Kepemimpinan seperti apa yang berlangsung di Indonesia saat ini? Atau jangan-jangan pertanyaannya: Adakah kepemimpinan di Indonesia saat ini? Tetapi baiklah kita menggunakan pertanyaan pertama saja. Ini bisa dibilang sebagai penghalusan karena terkesan kita sudah mengenali adanya kepemimpinan tetapi belum paham benar seluk-beluk di dalamnya.
Untuk menganalisis kepemimpinan politik Indonesia, di sini digunakan kerangka pemikiran dari Cathy Gormley-Heenan (2001) dalam risetnya, From Protagonist to Pragmatist: Political Leadership in Societies in Transition. Ada sembilan isu kunci yang dijadikan kategori yang mendasari analisis: (1) penggunaan dan penyalahgunaan kekuasaan politik; (2) aktivitas memimpin partai; (3) pemenuhan janji kepada konstituen; (4) pembinaan hubungan dengan partai lain; (5) pelayanan publik; (6) persiapan menghadapi pemilu selanjutnya; (7) pengelolaan dan penataan ulang partai; (8) kesiapan menghadapi perubahan; dan (9) manajemen proses.
Gormley-Heenan menggunakan kerangka pemikiran ini untuk menganalisis negara-negara yang sedang mengalami konflik atau yang sedang berada dalam transisi. Indonesia, yang masih dalam masa transisi dari negara otoriter ke negara demokrasi, cukup sering dilanda konflik horisontal. Oleh karena itu, kerangka pemikiran ini cocok juga digunakan untuk menganalisis Indonesia.
Penggunaan dan Penyalahgunaan Kekuasaan Politik
Penggunaan kekuasaan politik dan sensitivitas terhadap hal-hal yang terkait dengan penggunaan kekuasaan penting dalam kepemimpinan politik. Jika pemimpin kurang sensitif terhadap isu-isu terkait dengan penggunaan kekuasaan dan hanya bertindak berdasarkan kepentingan satu atau beberapa kelompok, maka kepemimpinannya tidak akan berefek signifikan terhadap perbaikan dan perubahan negara yang positif.
Kita saksikan belakangan ini ada kecenderungan kepemimpinan politik Indonesia sering menampilkan tindakan yang dipersepsi lebih menguntungkan kelompok-kelompok tertentu ketimbang kepentingan rakyat. Selain kasus-kasus penyalahgunaan kekuasaan yang sudah diproses secara hukum, masih banyak ditemukan indikasi penyalahgunaan yang diberitakan di media massa dan diulas di forum-forum diskusi. Dari situ, tampak sensitivitas pemimpin politik Indonesia masih rendah. Kepemimpinan politik Indonesia masih rawan penyalahgunaan kekuasaan. Sementara penggunaan kekuasaan yang diarahkan kepada perbaikan kondisi masyarakat Indonesia masih terus ditagih karena pelaksanaannya tampak setengah hati.
Aktivitas Memimpin Partai
Keterampilan kepemimpinan dibutuhkan juga untuk mengelola partai. Banyak persoalan yang menghambat dan merugikan negara berasal dari perilaku orang-orang partai yang memegang kekuasaaan baik eksekutif maupun legislatif. Persoalan-persoalan itu semestinya dapat dicegah atau ditangani secara cepat oleh pemimpin politik dari partai-partai itu agar tidak mengganggu kinerja kepemimpinan nasional. Negosiasi, konsesi dan tarik-menarik kepentingan antara pemerintah dan partai semestinya dapat diselesaikan dengan cepat dan tepat oleh para pemimpin politik di dalam partainya sehingga tidak mengganggu kinerja kepemimpinan politik dalam mengelola negara.
Kita bisa saksikan kasus-kasus korupsi yang melibatkan elit-elit partai, baik yang memegang jabatan di pemerintahan maupun yang hanya menjabat di partai. Selain itu konflik dalam partai marak diberitakan oleh media massa. Contohnya, Partai Demokrat saat ini sedang mengalaminya meski berkali-kali dinyatakan oleh beberapa pengurusnya bahwa mereka masih solid. Tetapi secara intuitif kita dapat menyaksikan konflik itu ada. Pemimpin politik Indonesia tampaknya masih belum mampu memimpin partainya untuk tetap solid dan menghindarkan kepemimpinannya dari kepusingan dan kebingungan yang menguras waktu, tenaga dan pikiran untuk mengatasi masalah-masalah dalam partainya.
Pemenuhan Janji kepada Konstituen
Pemenuhan janji kepada konstituen merupakan satu indikator dari efektivitas kepemimpinan politik. Selain keterampilan kepemimpinan untuk mengelola partai, pembinaan hubungan baik dengan konstituen menjadi kunci keberhasilan kepemimpinan politik. Kemampuan untuk mengelola dan memenuhi janji kepada konstituen memungkinkan pemimpin politik untuk dapat bekerja efektif. Sebaliknya, jika pemimpin politik tak dapat membina hubungan baik dengan konstituen, maka kepemimpinan politik akan berlangsung tanpa dukungan mereka sehingga bisa menyebabkan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan tidak dapat berjalan baik. Kepemimpinan politik akhirnya menjadi kepemimpinan tanpa mandat.
Seperti sudah jadi pengetahuan umum di Indonesia, setelah pemilu, konstituen seakan tak diperlukan lagi. Janji-janji orang yang kemudian terpilih jadi pemimpin politik seperti tak diingat lagi. Pemenuhan janji tampaknya bukan hal yang penting bagi mereka. Kepemimpinan politik Indonesia kebanyakan berjalan seperti tanpa mandat dan para pemimpin pun tampak merasa tak perlu mempertanggungjawabkan mandat dari konstituen yang diembannya.
Pembinaan Hubungan dengan Partai Lain
Membina hubungan baik dengan partai lain menjadi hal yang niscaya meski sulit dilakukan, apalagi jika partai lain sejak awal memutuskan untuk menjadi oposisi. Pertentangan dengan partai lain yang intens dan berkepanjangan akan menguras tenaga dan menghambat jalannya pemerintahan. Tetapi, pembinaan hubungan itu jangan sampai melulu mengurusi pembagian kekuasaan. Kerjasama antarpartai harus diarahkan kepada usaha penerapan kebijakan dan pelaksanaan program untuk meningkatkan kualitas hidup rakyat.
Kita tahu ada pembinaan hubungan antarpartai seperti yang ditampilkan dalam bentuk Sekretariat Gabungan. Tetapi kita juga menyaksikan partai-partai itu seringkali tidak harmonis, bahkan saling mengancam, saling menyandera dan saling memaksakan kepentingan masing-masing. Hubungan antarpartai tampaknya baru sampai urusan pembagian kekuasaan, berapa menteri dari partai anu, berapa banyak yang akan diperoleh partai lainnya. Itu pun masih banyak terjadi konflik kepentingan yang menguras banyak waktu, tenaga, pikirn dan biaya sehingga kinerja kepemimpinan politik Indonesia tak efektif.
Melaksanakan Pelayanan Publik
Pembinaan hubungan antara pemimpin politik dan para aparat negara yang bertugas menjalankan pelayanan terhadap masyarakat merupakan satu kunci penting dalam kepemimpinan politik. Pemimpin politik harus dapat menjamin terlaksananya pelayanan publik, bekerjanya setiap sektor untuk meningkatkan kualitas hidup rakyat, mengembangkan masyarakat. Kepemimpinan politik yang buruk bukan hanya membuat kinerja pelayanan publik tidak efektif, melainkan juga melemahkan mentalitas dan moralitas para petugas pelayanan publik.
Pelayanan publik di Indonesia masih tergolong buruk meski sudah ada beberapa perbaikan, seperti kartu miskin yang memperingan biaya kesehatan dan pendidikan. Secara umum pelayanan publik di Indonesia masih jauh di bawah standar kelayakan. Sarana transportasi, bahkan di kota besar sekalipun, masih minimal. Pelayanan kesehatan dan penyediaan pangan dan perumahan rakyat juga demikian. Berbagai macam urusan yang memerlukan persetujuan aparat pemerintah masih berlangsung lambat. Penerapan dan penanganan hukum masih diskriminatif. Praktek pungutan liar, sogok-menyogok dan suap masih berlangsung. Kepemimpinan politik Indonesia belum dapat melaksanakan pelayanan publik secara memadai.
Mempersiapkan Pemilu Selanjutnya
Tantangan-tantangan terhadap kepemimpinan sering muncul berkaitan dengan pemilu selanjutnya. Banyak serangan dan gangguan yang ditujukan kepada pemimpin politik dalam rangka menurunkan popularitasnya sehingga perolehan suarannya menurun di pemilu selanjutnya. Efek dari serangan dan gangguan itu seringkali bukan hanya menurunkan popularitas, melainkan juga melemahkan kinerja kepemimpinan politik sehingga penerapan kebijakan dan pelaksanaan program-program pemerintah tidak berjalan. Pemimpin politik harus memiliki kemampuan untuk menghadapi tantangan-tantangan itu, mengatasi serangan dan gangguan itu secara efektif dan efisien.
Menghadapi Pemilu 2014, partai-partai mapan yang ada di Indonesia sudah mulai saling menyerang dan saling melemahkan. Kepentingan menang pemilu itu bisa berefek kepada kinerja kepemimpinan nasional. Isu-isu seputar siapa yang akan dicalonkan menjadi presiden sudah beredar dan mengusik pemimpin politik Indonesia untuk menanggapinya, bahkan Presiden SBY secara khusus menanggapinya. Meski belum sampai secara langsung mengganggu kinerja kepemimpinan politik Indonesia, isu pemilu yang akan datang sudah mengambil porsi perhatian para pemimpin politik dan bisa jadi mengganggu konsentrasi kerja mereka mengelola negara. Isu-isu kudeta atau pemakjulan bermunculan, meskipun pihak-pihak yang terkait sudah membantahnya. Situasi itu memberikan indikasi bahwa kepemimpinan politik Indonesia belum dapat mengatasi tantangan-tantangan kepemimpinan terkait isu politik secara optimal.
Penataan Ulang Partai
Terpilihnya pemimpin politik (sebagai presiden, gubernur, bupati atau walikota) dari partai tertentu menuntut partainya untuk melakukan penataan ulang partainya untuk menyesuaikan dengan tuntutan-tuntutan situasi politik yang berlangsung setelah itu. Pemimpin politik sebagai kader dari partainya harus memiliki kemampuan menata partainya sesuai dengan kebutuhannya untuk menjalankan tugas sebagai pemimpin politik. Penataan ulang partai perlu dilakukan untuk kebutuhan dukungan di dewan perwakilan rakyat, pengaturan koalisi, penempatan kader partai dalam pemerintahan, pengelolaan konflik dan sebagainya. Tanpa kemampuan menata ulang partai, kepemimpinan efektif tak bisa dicapai. Kepemimpinan politik nasional harus mempersiapkan dirinya untuk kemungkinan-kemungkinan penataan ulang partainya.
Terkait dengan belum mampunya pemimpin politik memimpin dan mengelola partainya untuk tetap solid, aktivitas penataan ulang partai politik oleh para pemimpin politik Indonesia pun masih belum optimal. Malah banyak terjadi konflik internal partai. Alih-alih partai menunjang berjalannya kepemimpinan politik Indonesia secara efektif, justru persoalan-persoalan internal partai jadi pengganggu. Urusan internal partai malah menyedot banyak waktu, tenaga, pikiran dan biaya para pemimpin politik Indonesia.
Kesiapan Menghadapi Perubahan
Perubahan politik merupakan satu implikasi dari pergantian kepemimpinan politik nasional, bahkan menjadi tuntutan bagi kepemimpinan politik yang baru. Jika tidak, kepemimpinan itu tidak berbeda dengan kepemimpinan sebelumnya dan dapat kehilangan mandat dalam memimpin. Perubahan politik selalu mengandung risiko dan pemimpin harus bersiap-siap menanggung risiko itu.
Ada kecenderungan para pemimpin politik Indonesia menghindari perubahan yang signifikan. Mereka tak menampilkan keberanian menghadapi risiko. Mereka cenderung mempertahankan status quo. Dibandingkan dengan kepemimpinan politik terdahulu, tidak ada perubahan berarti yang terjadi. Tak ada program yang sungguh berbeda dan berefek kuat terhadap perbaikan kondisi masyarakat. Meskipun secara makro keadaan ekonomi Indonesia tergolong stabil, bahkan meningkat, tetapi secara umum program-program yang dilaksanakan tak berbeda secara signifikan dengan program-program di periode terdahulu. Malahan, beberapa kebijakan terobosan yang banyak mendapat tanggapan positif ditinjau kembali, seperti wewenang Komite Pemberantasan Korupsi dan wewenang Mahkamah Konstitusi.
Manajemen Proses
Manajemen proses merupakan elemen esensial dalam setiap komitmen keterlibatan dalam jabatan politik. Untuk menjamin tanggung jawab dan mandat dari rakyat dapat terlaksana secara baik, pemimpin politik harus dapat menjaga berjalannya penerapan kebijakan dan pelaksanaan program. Ia harus memahami mekanisme dan aturan dari penerapan kebijakan dan pelaksanaan program, menjaga semua itu agar terus berlangsung, mengendalikan proses ke arah yang direncanakan. Tanpa kemampuan manajemen proses, kepemimpinan politik tak akan berjalan baik.
Kita saksikan banyak program yang tidak berkelanjutan. Kita temukan juga undang-undang yang sudah disahkan dan diundangkan negara tak sungguh-sungguh diterapkan dalam masyarakat, hambatan-hambatan dalam pencairan dana program, lambatnya penanganan-penanganan masalah di dalam dan luar negeri. Masih banyak mekanisme dan aturan penerapan kebijakan dan pelaksanaan program yang belum jelas atau tak tersosialisasi secara baik. Kepemimpinan politik Indonesia masih belum dapat menjaga dan mengendalikan proses pembangunan negara secara optimal.

Jadi, kepemimpinan seperti apa yang berlangsung di Indonesia saat ini?
Dari hasil analisis tadi, kita temukan bahwa kepemimpinan politik Indonesia masih tergolong lemah. Jelas kepemimpinan macam itu tidak dapat membawa Indonesia melakukan transformasi menjadi negara yang berkembang dan kuat. Dilihat dari aspek transaksional, kita temukan juga bahwa hubungan antara kelompok-kelompok dalam masyarakat tidak bisa dikatakan baik mengingat masih banyak terjadi konflik politik dan konflik horisontal yang memakan banyak jiwa.
Memang masih banyak negara yang kepemimpinan politiknya lebih buruk dari Indonesia. Juga kita sering membaca atau mendengar, ada pihak-pihak luar negeri yang memberi pujian sebagai negara demokratis besar yang bisa jadi contoh keberhasilan demokrasi dan berhasil menghindar dari krisis global belakangan ini. Tetapi, bantahan terhadap penilaian itu juga banyak diajukan. Bahkan ada analisis yang menghasilkan kesimpulan bahwa Indonesia sedang terus-menerus mengalami kemunduran. Memang masih banyak persoalan besar yang muncul terkait kepemimpinan politik Indonesia. Jika itu dibereskan, Indonesia bisa lebih baik lagi dan terhindar dari kemungkinan negara gagal.
BTX

Tidak ada komentar: