Jakarta, Kompas - Perilaku koruptif yang ditunjukkan
sejumlah elite dan kader partai politik ditengarai terjadi lantaran
tingginya biaya politik. Selain meningkatkan pendidikan politik,
pembenahan sistem politik juga diperlukan untuk menekan praktik korupsi
oleh partai politik.
Mantan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan Pramono Anung Wibowo di Jakarta, Kamis (19/5),
menyebutkan, setiap anggota parpol yang akan mencalonkan diri sebagai
anggota legislatif, kepala daerah, dan kepala negara harus menyiapkan
dana tak sedikit.
Hal tersebut terjadi karena pelaksanaan
demokrasi masih prosedural dan cenderung liberal. ”Biaya politik tinggi
itu yang menjebak banyak parpol berpikir pragmatis,” katanya.
Sekretaris
Jenderal Partai Golkar Idrus Marham sependapat bahwa praktik korupsi
anggota atau elite parpol yang marak akhir-akhir ini merupakan dampak
demokrasi yang terlalu bebas. Hal tersebut juga merupakan bukti
kegagalan pendidikan politik karena materi masih menjadi pertimbangan
dalam memilih anggota legislatif, kepala negara, dan juga kepala daerah.
Menurut
Idrus dan Pramono, hal yang diperlukan saat ini adalah pembenahan
sistem demokrasi, khususnya sistem pemilihan umum, yang bisa mencegah
praktik politik uang.
Pramono menyatakan, penetapan anggota
legislatif berdasarkan suara terbanyak menimbulkan adanya rivalitas
antarcalon sehingga mereka terpaksa melakukan berbagai macam cara untuk
memenangi pemilu. Bahkan, tidak jarang kader parpol yang sudah lama
berjuang kalah dengan kader baru yang memiliki cukup modal materi untuk
mendapatkan dukungan suara.
Sementara itu, Idrus menuturkan,
Partai Golkar terus berupaya mewujudkan demokrasi yang lebih berkualitas
dengan menekan praktik politik uang. Salah satunya dengan memangkas
praktik politik uang dalam pencalonan. ”Kami sudah membumihanguskan
tiket politik. Jadi siapa pun yang pernah dimintai untuk mencalonkan
dari Golkar, silakan melapor ke DPP,” katanya.
Secara terpisah,
Ketua DPP Partai Amanat Nasional Bima Arya Sugiarto mengakui, godaan
politikus untuk menyeleweng dan korup sangat tinggi. Berdasarkan
pengalamannya menjadi pimpinan PAN, ia menuturkan, ”Baru seminggu
menjadi ketua DPP, saya ditelepon seseorang dari Kalimantan Selatan yang
sudah menyiapkan Rp 500 juta agar namanya diamankan menjadi calon
bupati. Ini baru untuk tingkat kabupaten. Salah satu kandidat gubernur
bahkan pernah menyiapkan Rp 5 miliar untuk pengurus di DPP,” ujarnya.
Adapun
Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menyatakan, DPR diyakini masih tetap
berjuang untuk kepentingan rakyat. Masih ada anggota DPR yang punya
hati nurani dan bersih dari korupsi. ”Jangan digebyah-uyah, jangan
digeneralisasi seolah-olah seperti itu semua. Jangan nila setitik, rusak
susu sebelanga” kata Priyo. (NTA/BIL)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar